Saturday, August 1, 2009

Stability Criteria for Waste Dumps

> From: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Subject: [forum-geoteknik-indonesia] Stability Criteria for Waste Dumps

Teman2 ysh,
Barusan saya ditanya ttg kriteria waste dumps di mining site yg saat ini sdng saya tangani. Barngkali ada gunanya jika informasi ini saya share di milis ini.

salam,
haje

=======++++> > > >

It all depends on the risks, which means depending on the size of the dump and whether the dump is temporary or permanent.
Due to high rainfall at the site, all the criteria below apply for the dumps, which are normally under high phreatic surface or fully saturated conditions.
For interim dumps, the following stability criteria are> recommended:
> > 1.0 Static Loading:
> > 1.1 For deep seated failure surface - Minimum FOS =1.30.
> > 1.2 For shallow failure surface/infinite slope failure surface> - Minimum FOS=1.10.
> > 2.0 Seismic Loading under OBE (Operating Design Earthquake):
> > 2.1 After earthquake (no seismic loading, but include potential> strength reduction due seismic induced pore pressure increase)- For both> deep seated and shallow failure surface -Minimum FOS =1.0.
> > 2.2 During earthquake, it is acceptable to have FOS less than> 1.0 under pseudo-static stability analysis using USACE Method(Hynes-Griffin> and Franklin, 1984), as long as the seismic deformation of the slope computed by Makdisi-Seed analysis (1978) or similar method is less than 2m (no flow failure is indicated).

For permanent Main dump, the following stability criteria are recommended:
> > 1.0 Static Loading:
> > 1.1 For deep seated failure surface - Minimum FOS =1.50.
> > 1.2 For shallow failure surface/infinite slope failure surface - Minimum FOS=1.30.
> > 2.0 Seismic Loading under MDE (Maximum Design Earthquake):
> > 2.1 After earthquake (no seismic loading, but include potential strength reduction due seismic induced pore pressure increase) -
> > 2.1.1 For deep seated failure surface -Minimum FOS =1.20.
> > 2.1.2 For shallow failure surface -Minimum FOS =1.0.
> > 2.2 During earthquake, it is acceptable to have FOS less than 1.0 under pseudo-static stability analysis using USACE Method(Hynes-Griffin> and Franklin, 1984), as long as the seismic deformation of the slope computed by Makdisi-Seed analysis (1978) or similar method is less than 2m (no flow failure is indicated).

Note-
a. For water retaining dams, the OBE (Operating Basis Earthquake) is usually defined as an earthquake with 10% probability of exceedence in 50 years (50 years is the design life of dams) which gives an AEP (Annual> Exceedence probability) of 1 in 475 years. For interim waste dumps, I consider this is too high and would prefer to use 10% probability of exceedence in 10 years (10 years is considered the design life of interim> waste dumps), which gives you 1 in 100 years AEP.
b. For the MDE, however, I would recommend using the value adopted for the TSF (Tailings Storage Facility - tailings dam) which is 1 in 1000years> (10% probability of exceedence in 100 years).
c. Pseudo-static method using USACE method as recommended in the "1998 ANCOLD Guidelines to design Dams to withstand earthquakes". Use horizontal seismic coefficient, kh=50% of Peak Ground Acceleration, PGA, of design earthquakes and 20% strength reduction for materials susceptible to seismic-induced pore pressure increase during earthquakes.
d. Makdisi, F. and Seed, H.B. (1978)."Simplified Procedure for estimating Dam and embankment earthquake induced deformations," Journal of Geotechnical Engineering, ASCE, Vol. 104, GT-7, 849-867.

Any queries please let me know.


--- In forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com<mailto:forum-geoteknik-indonesia%40yahoogroups.com> , "Y.P. Chandra" wrote:
Pak HJ yth,
Informasi anda sangat berguna. Namun, boleh tahu apakah criteria-2 itu berasal dari code, standard, text book atau merupakan preferensi darisalah satu praktisi atau perusahaan berkecimpung di mining? Alangkah baiknya kalau code, standard atau referensinya diinformasikan.
Chandra

From: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com[mailto:forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Hendra JitnoSent: Friday, July 24, 2009 4:05 PMTo: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comSubject: [forum-geoteknik-indonesia] Re: Stability Criteria for Waste Dumps


Pak Chandra ysh,
Waste dumps merupakan salah satu infrastruktur geoteknik yg belum mendapatperhatian seksama dari para regulator, tidak sperti tailings dam, dam, ataubangunan2 geoteknik lainnya. Oleh karena itu kriteria designnya agak 'loose'dan cenderung mengikuti 'selera' perencana-nya.
Kriteria yg saya tulis di email saya terdahulu merupakan salah satu 'currentbest practice', berdasarkan gabungan kriteria dam engineering baik utk bebanstatik dan juga dinamik.Kriteria FOS 1.3 utk short-term loading dan 1.5 utk long-term loading, sayakira sudah merupakan acuan baku di bidang dam engineering, spt dipakai jugadalam manual dari USACE, USBR atau buku2 text ttg dam engineering lainnya.
Acuan utk beban dinamik akibat gempa OBE (Operating Design Earthquake)ygmemakai 1 in 475 years AEP merupakan standard yg dipakai utk bendungan besarmenurut ICOLD, USCOLD, dan ANCOLD (Australian Committee of Large Dam) dansaya kira juga di KBB (Komite Bendungan Besar) Indonesia.
Utk interim Waste Dumps,yg design life-nya hanya sekitar 2 sampai 5 tahun (5tahun sudah cukup panjang utk interim waste dumps), saya modifikasi sedikitkriterianya menjadi 1 in 100 years saja, utk mencerminkan sifatnya ygtemporer.Utk Waste Dumps yg permanen, maka design gempanya menggunakan 1 in 475 yearsutk OBE, dianggap sama spt bendungan/dam.
Utk MDE (Maximum Design Earthquake), penentuannnya sangat tergantung darihasil risk analysis. Kalau waste dumps nya termasuk kategori 'high hazard',maka return period gempanya bisa mencapai lebih dari 1000 thn (atauAEP-Annual exceedance probability- 1 in more than 1000 years). Ada beberapadam yg pernah saya tangani memakai MDE 1 in 3000 years dan 1 in 500 yearskarena terletak didaerah pemukiman padat penduduk sehingga kalau damnyajebol maka risiko loss of life-nya bisa sangat tinggi.
Utk kasus yg saya tangani, karena risiko keruntuhannya tidak mengakibatkan'loss of life' (lokasi hutan belantara PNG), maka gempa disain-nya cukupmenggunakan AEP 1 in 1000 years saja.
Utk gedung..Pak Chandra lebih tahu dari saya..mohon dishare juga pak..
Mudah2an bermanfaat,
Salam dari hutan,
Haje

--- In forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com, "Y.P. Chandra" wrote:
Yth Pak HJ, Terima kasih penjelasannya dan saya rasa bermanfaat bagi kita semua. Mengenai criteria untuk gedung, diluar dugaan, ternyata juga sangatbervariasai dari satu code ke code yang lain. Dulu saya pernah list FS untuknegative skin friction tiang pancang dari beberapa codes dan text books,ternyata banyak variasi juga dan ternyata tidak semua codes mencantumkannya.Artinya satu codes tidak lengkap mencamtum semua criteria. Oleh karena itu,saya cenderung membatasi diri pada satu-dua codes saja agar tidak bingung.Yang sering saya pakai adalah US Navy, karena setahu saya teman-temanpraktisi di Sigapore, Hongkong dan Taiwan mengacu pada code tsb.
Salam,
Chandra

Temporary Earth Retaining Structures

2009/3/9 edward hutapea :


Dear all,


Saya mau bertanya ttg deep excavation.. saat ini saya sedang kuliah di NTU Singapore. seorang Profesor mengatakan, di singapore, factor paling dominan dalam mendesain temporary earth retaining system (TERS) dalm banyak proyek deep excavation adalah "unwritten requirement" untuk memenuhi syaratwall deflection <= 0.5% kedalaman excavation. Requirement ini mengakibatkan "overly conservative design" dan dapt meningkatkan biaya construction secara drastis..


Bgm menurut pendapat rekan2 skalian? apa reasonable jika kita mendesaindg syarat wall deflection <= 0.5% kedalaman excavation?


Lalu bgm dg requirement bagi desain deep excavation d Indonesia?khususnya dalam konteks hubungan wall deflection dan kedalaman excavation..


Thanks,


Edward Hutapea> > +65 8408 6884 +62 812 144 1441



=======
Sent: Monday, March 09, 2009 1:02 PM


Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] temporary earth retaining system (TERS)


Pak Irawan ada komentar?


Sekedar informasi, pak Irawan telah mendisain puluhan deep diaphragm wall di Jakarta dan saya yakin juga di beberapa kota lain di Indonesia...Beliau adalah konsultan dg spesialisasi deep excavation for buildings (salah satunya)..


Salam,


HJ








In forum-geoteknik-indonesia@<mailto:forum-geoteknik-indonesia%40yahoogroups.com> <>yahoogroups.com,"Irawan Firmansyah" wrote:


Mas Edward,


Dua hal yg selalu saya syaratkan dalam mendesain temporary earth retaining structures dan tidak bisa ditawar-tawar yaitu:


- Dinding nya sendiri stabil dalam menahan tekanan tanah dan air


- Dasar galian stabil


Syarat2 yg lain bisa di kompromikan sesuai dengan kondisi lingkungan> sekitar, atau dicarikan pemecahannya contohya


- batasan defleksi dinding


- persyaratan terbenamnya toe retaining str pada tanah impervious , seperti yg umumnya dianut para engineer di Singapore


- batasan penurunan muka air tanah di surrounding area , dll


Persyaratan terbenamnya toe pada lapisan impervious pada awalnya ( sekitar pertengahan 1990 an) selalu saya penuhi, sesuai dengan saran rekan2engineer dari Singapore, sampai suatu saat saya menjumpai lokasi dimana lapisan impervious letaknya sangat dalam, dan harus berfikir yg lain.


Contoh hasil cara berfikir yg kaku, adalah salah satu gedung di kompleksBI di Jakarta, yg di desain oleh salah seorang tokoh terkenal, menggunakan retaining structure sedalam 40m untuk mengamankan galian sedalam 8m,dengan > alasan mengendalikan seepage..Ini menurut saya sesuatu yg sangatberlebihan.

Kembali kemasalah defleksi, saya pernah mengunjungi 2 proyek galian dalamdi > Singapore yg dekat dengan MRT, sehingga persyaratan defleksinya sangat ketat, karena itu digunakan 2 way wall to wall stut yg diberi gaya prestress. Dikedua proyek inidefleksi izin pasti jauh

Di Indonesia tidak ada peraturan yg membatasi besarnya defleksi, tetapi ada persyaratan bahwa desain kita tidak menyebabkan kerusakan pada bangunan disekeliling. Pada daerah yg padat saya biasanya membatasi defleksi maks sekitar 0.25% kedalaman galian. Pada bagian2 tertentu mungkin akan dilampaui. Untuk 3 lapis basement (kedalaman galian 12m) sekitar 35 mm. Untuk daerah yg agak lapang, tentunya persyaratan lebih diperlonggar.Nilai > 0.25% kedalaman galian ini sebenarnya saya ambil dari nilai tengah dari defleksi retaining structures dengan performance yg baik berdasarkan suatu makalah yg ditulis di ASCE Geotechnical Special Pub No 25

Yang paling kritis sebenarnya kalau disekitar daerah galian banyak bangunan-bangunan 2, 3, 4 lantai, seperti ruko2, dengan fondasi dangkal.

Mudah2 an sumbang saran ini berguna untuk mas Edward dan rekan2 yg lain.

Salam,

IF








_____ From: "Hendra Jitno" Date: Tue, 10 Mar 2009 10:45:53 -0000To: <forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com>

Subject: [forum-geoteknik-indonesia] Re: temporary earth retaining system(TERS)



Terima kasih pak Irawan atas sharing pengalamannya.

Sambil menunggu komentar pak Wayan Sengara yg juga sangat ahli dalam bidangini, saya juga ingin menyumbang opini, walaupun pengalaman saya terbatashanya pada cek disain saja tanpa ikut serta mengawasi konstruksinya, ataumengawasi konstruksi-nya tanpa terlibat disainnya.

Kembali ke pertanyaan yg diangkat Edu ttg reasonable tidaknya persyaratandefleksi maksimum 0.5%H (H=height of excavation), ada baiknya kitakembalikan ke kondisi lapangan spt yg pak Irawan sampaikan:

1. Bangunan sekelilingnya apa? kalau tak ada bangunan, 0.5%H mungkin terlaluketat.

2. Apa pondasi bangunan di sekelilingnya? tiang pancang? pondasi dangkal?

3. Banguan2 tsb dibuat dari apa? baja? beton bertulang? pasangan bata?

4. Jarak bangunan terdekat berapa? kalau jauh mah..(green field) tak usah pusing, selama struktur anda stabil thd gaya2 statik (lateral pressures dueto soil+water+contsruction loads dan adequate embedment depth), maka kemungkinan besar tak akan ada masalah.



Dari data2 lapangan yg ada, kita bisa assess dan analisa berapa defleksi maksimum yg bisa ditolerir oleh bangunan2 tsb.Panduan utk batasan defleksi ini misalnya dimuat pada Canadian Foundation Engineering Manual edisi 3, Table 12.3. Misalnya, maksimum slope (settlement/jarak) pada beberapa bangunan:

a. high continuous brick walls : 0.005 - 0.001

b. brick dwellings : 0.0030

c. reinforced concrete building frame : 0.0025 - 0.0040

d. continuous steel frame : 0.0020

e. simply supported steel frame : 0.0050

Tabel di atas berlaku utk pondasi dangkal.Tentunya bangunan tinggi denganpondasi dalam akan bisa mentolerir pergerakan permukaan tanah.Pendekatan inilah yang saya kira paling realistis tanpa harus terpaku pada criteria kaku 0.5%H defleksi maksimum.

Sebagaimana teman2 yg lain sudah ketahui, defleksi ini sangat terpengaruh oleh kondisi tanah, muka air tanah, tipe penahan tanah, dll. Tanah lempung,tanah pasir, padat atau lepas, dan lain2 akan menghasilkan defleksi ygberbeda utk beban yang sama.

Program2 spt PLAXIS atau WALLAP cukup handy dalam menangani masalah deepexcavation ini.Utk kasus2 yg lebih serius yg menyangkut bangunan2 kritis, program2 PLAXIS3Ddan FLAC3D mungkin dibutuhkan utk analisanya.


Pak Wayan? Your input plz.


Mudah2an bermanfaat.

Salam,HJ












On Behalf Ofwayansengara@...Sent: Tuesday, March 10, 2009 9:57 PM


Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] Re: temporary earth retainingsystem (TERS)


Wah P Hendra memang persuasif nih shg sdh banyak komentar.

Sy ada pengalaman dan mendisain bbrapa galian dalam DWall+ground anchor 3-4 basement di Jkt..dgn menggunaka Plaxis 2D dgn construction sequence..

memang betul bhwa kriteria defleksi lateral sangat tgtung dari lingkungan sekitar..

kalau cukup jauh dari bangunan sekitar kita bisa alow deformasi yg lbih besar dari 0.5% asalkan dlm kondisi demikian besaran momen yg terjadi harus betul2 diprediksi dgn baik dan disediakan tulangan DWall yg mencukupi. Pengalaman saya besarnya deformasi lateral dan momen yg terjadi saling terkait dan berbagai kondisi pemodelan perlu diexercise spt misalnya asumsi fixed anchor(dlm spring model), node to node anchor (dlm continuum modeling), berbagai kondisi tekana air pori krtitis..dsb. Utk optimasi design ada bagusnya berbagai kondisi ini dicek..Pada kondisi ada bangunan yg sangat dekat maka kritetia deformasi yg mengontrol..besarnya nilai defotmasi ini sangat dikontrol oleh besarnya modulus (dan shear strength lapisan tanah (ini yg relatif sulit biasanya)..apalagi data soil testnya terbatas..Beberapa tantangan utkprediksi deformasi wall adalah modulus dlm kondisi lintasan tegangan lateral extension akan berbeda dgn axial compression...prilaku nonlinear tanah susah dimodelkan (maksudnya modelnya sih sdh ada dlm software spt hyperbolic,camclay, soft soil dsb.., tapi parameternya yg tdk ada/tdk mencukupi)..jadi prediksi deformasi wall kita biasanya meleset cukup jauh dari analisis..umumnya sih hasil analisis lebih besar dari pengamatan.tapi sekali lagi akan sangat ditentukan oleh banyak faktor tadi..Kalau sy sekarang ini prefer disain wall dgn continum model mnggunakan program spt Plaxis 2D dan 3D atau sejenisnya krn sumulasinya bisa lebih dekat dgn real condition..yah.tapi lebih rumit saja...


Sekian dulu mdh2n bermanfaat buat rekan2 milis FGI.


Salam,


IWS









--- In forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com, "Y.P. Chandra" wrote:



Pak Wayan, saya ingat statement dosen saya Prof Ohta yang mengatakan, kalau kita bisa membuat equation yang menggambarkan trayek jatuhnya sebuah kertasyg kita lempar dari atas gedung, maka ilmu geoteknik kita bisa memprediksi segala bahaviour. Jadi memang demikianlah kalau anda dapatkan actual behaviour beda dengan theoretical prediction anda dari Plaxis. Dan saya rasa sampai kapanpun, perbadaan ini akan kita jumpai, kecuali kalau kita menggunakan perangkat komputer seperti yg digunakan oleh shuttle space dengan memasukkan segala macam parameter dan kemungkinan-kemungkinan. Tapi apa ini cost economical?

He..he.. Ini bukan mengatakan research lebih lanjut tidak perlu lho. Namun dalam praktek, menurut saya, lebih baik kita batasi menggunakan satu dua macam metode saja untuk analisa berbagai macam kasus lalu modifikasi parameter-parameter dengan fitting prediksi pada actual behaviour. Lama kelamaan sense kita akan muncul dan prediksi akan lebih akurat ketimbang terlalu sering pakai bermacam-macam metode untuk bermacam-macam kasus. Sense kita akan hilang kalau terlalu sering ganti-ganti metode. Bagaimanapun juga geoteknik ini kan sering disebut art dan itu yang disebut empirical bukan?Jadi memang butuh proses dan waktu dari pengalaman untuk melatih engineering judgment.



Salam,

Chandra