Sunday, June 23, 2013

Underconsolidated Clay. Is it possible?


Ini salah seorang teman yg nanya tentang underconsolidated clay.

The answer is yes..it is possible..There are many reasons why soil is not under normally consolidated condition.


1.Looks to me the cause of the low pre-consolidation pressures are mainly due to Sample Disturbance : 
a. Sampling and handling - unless you took the sample using sample freezing technique the disturbance due to sampling and handling is inevitable. It is almost impossible to sample soft to very soft clay without highly disturbing it. 
 b. Stress relieve - The sample experiences stress relieve when we took it from the depth, from whatever initial pressure was to zero (atmospheric pressure). Even if you took the sample using the sample freezing technique, you are still facing the disturbance due to stress relieve when the sample is thawed, which highly affects the pc' of your sample. When you did the Constant rate of consolidation (CRS) test, what you are actually measuring was the pc' when the sample was tested. Suzanne Lacasse and also others from NGI have discussed this in many of her/their papers. For example, Lunne et al -2006 - discussed this here: http://www.ingentaconnect.com/content/nrc/cgj/2006/00000043/00000007/art00006.

 2. I do not see any problem to calculate the settlement. I do not expect to have negative settlement (I assume you meant negative settlement=heave). On the other hand, I would think that the calculated settlement tends to be higher than what may actually observed due to lower pc' than the actual pc' on the field (due to disturbance in point 1). As long as you have higher insitu stress than pc' you still get settlement (positive settlement). 

3. The fact that some of the soils are under-consolidated does not surprise me. It is real and it only tells us that the consolidation is still in process. Please remember, in addition to cv, the rate of consolidation also depends on the thickness of the soil layer and the drainage condition on site.  In your case, the drainage is only provided by the lower sandy gravelly soil, which means only 1-way drainage. That will takes much more time to consolidate than if you have both upper and lower drainage layers.  In your case, may be it is the number 1 above (sample disturbance) that has more pronounced effect on your low pc'.  

I hope this is useful. 

Cheers, Hendra  Down Under

Kriteria Faktor Keamanan untuk Pondasi Dalam

Ada pertanyaan menarik yg diungkapkan oleh salah seorang anggota milis FGI (Forum Geoteknik Indonesia: http://tech.groups.yahoo.com/group/forum-geoteknik-indonesia/). Ini adalah pertanyaan yg mendasar yg dimiliki oleh seseorang yang akan mendisain pondasi: 
  • ·        Apakah ada kriteria khusus untuk kriteria faktor kemanan (FK) pondasi dalam sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, Australian Standard, USACE, ataukah kita boleh menggunakan faktor keamanan yg disarankan dalam buku2 teks?
Jawabannya adalah tergantung dari besar proyek yang kita tangani? Lhoo kok gitu yaa..?
Hehehe..ini prinsip UUD mas..atau lebih tepatnya saya bilang UUB..Ujung Ujungnya Budget (UUB) juga..Mudah2an budget ini tidak harus melewati Badan Anggaran di DPR yg katanya sangat kuat memegang prinsip UUD ini ( :-(..). 
Back to lap top, begini mas, budget yang saya maksud adalah:
  • ·        Berapa uang yg tersedia utk melakukan investigasi tanah?
  • ·        Berapa yg tersedia utk mendisain pondasi dg menggunakan metoda pemodelan numeric?
  • ·        Berapa budget yang tersedia utk melakukan test konfirmasi daya dukung setelah pondasinya terpancang atau terpasang di lapangan?
  • ·        Test macam apa yg akan dilakukan?
  • ·        Apakah test static ataukah dinamik?
  • ·        Dilakukan backanalysis daya dukung atau tidak?


Kalau utk disain pondasi dangkal utk beban yg tidak sensitive terhadap penurunan, factor keamanan 3 utk daya dukung biasanya sudah mencukupi. Tapi bagimana halnya utk pondasi dalam untuk mendukung gedung 50 lantai yg dibangun di atas tanah lempung Bandung atau Jakarta misalnya? Atau untuk pondasi tiang pancang dermaga di atas tanah lunak misalnya?
Maka disini akan ada tarik menarik kepentingan antara disainer dan pemilik proyek. Disainer akan meminta budget untuk:
  • ·        melakukan investigasi tanah yg komplit mulai dari test SPT,
  • ·        laboratory test utk banyak sampel yg didapat dari lapangan termasuk test Triaxial CU, konsolidasi, permebailitas dll,
  • ·        test geofisik untuk menghitung shear wave velocity tanah yg akan digunakan utk analisa dinamik, test pressuremeter utk menghitung modulus tanah di lapangan untuk memperkirakan deformasi undrained (seketika) pada saat gedung dibangun,
  • ·        untuk memodelkan perilaku bangunan saat dibangun (dalam bentuk deformasi lateral dan vertikal) untuk mengetahui pengaruh penurunan muka air tanah dan perilaku jangka panjangnya serta pengaruhnya ke bangunan sekitar,
  • ·        akan menggunakan angka keamanan terhadap daya dukung yg sebesar mungkin yg masih masuk akal,
  • ·        akan menggunakan nilai kuat geser terendah yg diperoleh dari hasil investigasi tanah, dan
  • ·        akan menggunakan kombinasi beban terjelek yg mungkin terjadi untuk mendisain dimensi pondasi yang ada.


Pemilik yg cerdas akan mencoba mereview semua asumsi yang dilakukan oleh perencana dengan melakukan third party reviewer sehingga pemilik bisa meyakinkan bahwa disain yg dibuat memenuhi persyaratan kemanan tapi juga cost effective. Tentu saja third party reviewer ini harus mempunyai kualitas yg lebih baik dari perencana dan lebih tahu perilaku bangunan jangka pendek atau jangka panjangnya shg kalau perencanaannya terlalu konservatif, sang reviewer bisa menyampaikan hal tsb kepada pemilik agar dialakukan Value Engineering untuk mengoptimalkan perencanaan yang ada.
Untuk menghindari tarik menarik kepentingan sperti itu, maka ada baiknya pemilik menentukan standard apa yg harus diikuti dalam perencanaan pondasi tsb. Dengan mengikuti standard tertentu, maka ada syarat minimum test yg dilakukan untuk mengadopsi besaran factor keamanan tertentu.
Misalnya, berdasarkan Australian Standard 2159-09, penentuan factor keamanan tergantung dari individual risk rating (IRR) dari pondasi dalam yang didisain, yang tergantung dari beberapa hal sbb:
  • -        kondisi geoteknik lapangan: misalnya tanahnya cukup kompleks atau tidak; jumlah investigasi tanahnya lengkap ataukah tidak, dll;
  • -        pengalaman perencana-nya
  • -        pengalaman pelaksana konstruksi pondasi, yg tergantung dari metoda yg dipakai, quality control, dll.


Gabungan hal hal di atas akan menentukan IRR spt di bawah ini:
Tabel 1. Individual Risk rating (AS 2159).
Risk Level
Individual risk rating (IRR)
Very low
1
Low
2
Moderate
3
High
4
Very High
5

Tabel 2. Basic Geotechnical Strength Reduction Factor (SRF) for Average Risk rating (AS 2159)

Range of average risk rating (ARR)
Overall risk category
SRF for low redundancy systems
SRF for high redundancy systems
<=1.5
Very Low
0.67 (FS=1.5)
0.76 (FK=1.30)
1.5 -2..0
Very low to Low
0.61
0.70
2.0-2.5
Low
0.56
0.64
2.5-3.0
Low to Moderate
0.52
0.60
3.0-3.5
Moderate
0.48
0.56
3.5-4.0
Moderate to high
0.45
0.53
4.0-4.5
High
0.42
0.50 (FK=2.0)
4.5<
Very high
0.40 (FK=2.5)
0.47

Nilai IRR yg kecil menunjukkan resiko yang kecil, dan artinya perencana bisa menggunakan faktor keamanan (FK) yang relatif kecil atau dalam istilah Australian Standard ‘Strength Reduction factor’ yg besar. (Catatan : Strength reduction = 1/FK). Misalnya kalau risk ratingnya 1 atau very low, misalnya membuat pondasi gardu hansip (J..) atau bus shelter dengan beban yang ringan, perencana boleh menggunakan SRF=0.67 atau FK=1.5. Faktor kemanan ini bisa dioptimumkan lagi jika dilakukan test tertentu yg bisa memberikan perkiraan daya dukung yang akurat.
Hanya harap dicatat, ini hanya strength reduction factor untuk geotechnical design, ada lagi syarat serviceability yg mensyaratkan besarnya maksimum penurunan yg bisa ditolerir, dan juga durability utk pondasi tiang pancang di dermaga atau daerah yg sering terkena pasang surut misalnya.
Jadi untuk proyek2 yang besar, kalau memang ingin mendapatkan disain pondasi yg optimum, saya sarankan untuk menggunakan perencana yg berpengalaman, atau pakai third party reviewer yg handal shg bisa mereview disian yang ada untuk mencapai disain yg optimum.
Sekedar sumbang pendapat saja, mudah2an bermanfaat.


Perth, Ahad, 23 Jun 2013.

Saturday, September 10, 2011

Pile Driving Analyzer (PDA) Test

Rekan2 ysh,
Berikut ini sebagian diskusi yg saya cuplik dari milis Forum Geoteknik Indonesia (http://tech.groups.yahoo.com/group/forum-geoteknik-indonesia/) tentang penggunaan Pile Driving Analyzer (PDA)(http://www.youtube.com/watch?v=RIx7DBM_Caw).
FYI, kadang2 PDA juga dipakai sbg singkatan dari Pile Dynamic Analysis.
Mudah2an bermanfaat.

salam,
Haje



Rekan2 dan senior2 yang saya hormati,

Mohon sharing pengalaman dari Anda2 sekalian, terutama yang sudah sering menggunakan / melakukan PDA test. Baru saja dilakukan PDA test pada pondasi yang saya desain, namun terus terang saya ragu akan hasilnya. Pondasi saya ini lebih bertipe pondasi sumuran daripada pondasi tiang bor, kedalamannya hanya 5-6 meter dengan diameter 1 - 1.5 meter. Hasil PDA yang diberikan pada saya menunjukkan bahwa Qu yang saya hitung 1.5 - 2 kali lebih besar dari Qu hasil PDA, dan menurut saya itu masih masuk akal. Namun yang mengherankan dan tidak masuk di logika saya adalah, PDA tersebut menunjukkan bahwa kontribusi shaft friction 90 - 95% dari total tahanan.
Memang tanah di lokasi tersebut adalah silty sand, namun begitu dengan diameter pondasi sebesar 1 - 1.5 meter masa iya tahanan ujung hanya 5 - 10 % ? Walaupun anggaplah permukaan dasarnya tidak rata.
Test itu dilakukan pada 9 titik, dan semuanya hampir serupa.

Hal ini menimbulkan keraguan saya pada test PDA (sedari awal memang saya sebetulnya lebih setuju static loading test, namun apa daya karena owner tidak ada biaya). Yang ingin saya tanyakan pada rekan2 sekalian adalah :
1. Sebenarnya seberapa reliablekah test PDA (di Indonesia) ?
2. Apakah memang masuk akal untuk pondasi sebesar dan sependek itu punya kontribusi shaft 90% ?
3. Apakah ada dari rekan-rekan yang pernah mengalami hal tersebut ?
4. Apakah mungkin disebabkan input pada program pengolahnya (CAPWAP) ? Saya sendiri belum pernah melihat dan mengoperasikan program tsb.
5. Setahu saya PDA biasa digunakan di tiang pancang. Apakah bisa dilakukan di tiang bor ?

Demikian masalah yang sedang saya hadapi, mohon masukan dan input dari rekan2 yang lebih berpengalaman. Terimakasih.

Salam, Budi.

Re: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result

Teman2 ysh,

Utk bahan diskusi kita, anggap saja pembacaan dan inetrpretasi dari test PDA adalah benar.

Hal yg mungkin terjadi:
a. "PDA tersebut menunjukkan bahwa kontribusi shaft friction 90 - 95% dari total tahanan."
Ini suatu hal yg bisa terjadi jika tahanan ujung tdk termobilisasi dengan baik. Hal ini bisa disebabkan karena alat pukul yg terlalu ringan sehingga enerji yg ditimbulkan tidak cukup besar utk memobilisir semua tahanan friksi dan akibatnya tdk mampu memobilisir tahanan ujung. Akibatnya adalah daya dukung tiang pd saat test hanya diberikan oleh tahanan friksi.

b. "Memang tanah di lokasi tersebut adalah silty sand":
Karena tanahnya pasir, biasanya terjadi 'set up' yg cukup besar dengan berjalannya waktu, yg menaikkan daya dukung friksi. 'Set up' ini terjadi karena sifat 'thixotrophy' pada tanah dimana tanah yg terganggu kembali mendapatkan kuat geser awalnya dg berjalannya waktu.

Mungkin saya salah, tapi alasan ini rasanya masuk akal berdasarkan pemahaman saya selama ini.
Atau ada komentar lain dari para ahli tiang pondasi dalam kita? Pak Irawan, mas Prakoso? pak Azis? pak Toha?


Menyangkut pertanyaan mas Budi:

1. Sebenarnya seberapa reliablekah test PDA (di Indonesia) ?
PDA cukup reliable asalkan dilakukan oleh orang yg tahu latar belakang prinsip kerja PDA ini. Sbgmna software, GIGO: Garbage In Garbage Out.
Kalau orang yg mengoperasikannya tdk mengerti cara mendapatkan data yg baik maka hasilnya jg tdk bisa dipercaya. Oki sangat penting agar orang yg mengoperasikan dan menginterpretasikannya mengetahui dg baik latar belakang teori, kelebihan dan kekurangan metoda ini.

2. Apakah memang masuk akal untuk pondasi sebesar dan sependek itu punya kontribusi shaft 90% ?
Kalau kita berbicara ttg beban kerja mendekati daya dukung ultimit, dimana semua daya dukung friksi termobilisir, maka tiang besar pendek pd pondasi pasir akan cenderung mempunyai daya dukung ujung lebih besar drpd daya dukung friksi. Kalau beban kerja < daya dukung friksi yg ada, maka sumbangan daya dukung ujung bahkan akan zero.

Lain halnya kalau tanahnya lempung, distribusi daya dukung friksi dan ujung bisa lain tergantung dr distribusi kuat geser tanah.

3. Apakah ada dari rekan-rekan yang pernah mengalami hal tersebut ?
Silakan berkomentar. Tp kalau mas Budi pengen tahu, lihat di websitenya Bengt Fellenius, beliau banyak paper yg memuat case history yg menarik. kalau enggak salah linknya pernah dikirim oleh salah seorang teman anggota milis ini.

4. Apakah mungkin disebabkan input pada program pengolahnya (CAPWAP) ? Saya sendiri belum pernah melihat dan mengoperasikan program tsb.
Mungkin mas.

5. Setahu saya PDA biasa digunakan di tiang pancang. Apakah bisa dilakukan di tiang bor ?
Ya, bisa dipakai utk tiang bor juga.

Tentang data PDA dan tanah:
Jika mas Budi bisa menghapus informasi client, lokasi proyek, atau perusahaan yg melakukan test itu dan informasi2 lainnya yg dirasa confidential, ada baiknya jika mas Budi
mengirimkan hasil testnya dan data tanahnya ke milis ini. Tentu saja dg seijin client anda.
Dengan harapan agar diskusi ini bisa diikuti oleh yg lain yg ingin mengetahui ttg salah satu alat test tiang yg cukup ampuh ini (jika dipakai dg baik).

Salam,
Haje

Yth Pak Haje,

Terimakasih atas tanggapannya Pak. Nanti akan saya kirimkan data yang telah disensor ke milis ini.
Karena ini pure technical, saya rasa bisa menjadi masukan juga untuk yang lain dan tidak akan merugikan baik perusahaan
maupun pihak client.

Salam, Budi.

From: fakhrur rozy
Sender: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Date: Sun, 14 Aug 2011 10:57:37 +0800 (SGT)
To:
ReplyTo: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Subject: Bls: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result



Mas Budi,

Saya pernah diajarkan, kalau dalam konstruksi bore pile nya tidak rapih. maka akan banyak loose material dan sediment yang bertumpuk di dasar lubang atau dikenal dengan "soft toe". Dengan asumsi data PDA yang benar, mungkin kah "soft toe" ini yang terjadi di kasus ini??

salam
rozy

Re: Bls: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result

Mas Rozy,

Itu masukan yang bagus mas, terimakasih. Saya akan coba cek ke supervisor lapangannya. Memang kadang mereka suka bikin sembarangan kalau supervisinya longgar.

Salam, Budi.

From: "harnedi@geoforces.com"
To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Saturday, August 13, 2011 10:15 AM
Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result


Yth Pak Budi,

Saya mencoba nimbrung sedikit untuk sharing kita masalah hasil yang
didapat dari test PDA pada tiang pancang.

Konsep utama dalam daya dukung pondasi tiang adalah :
1. Beban pada tiang tersebut akan diterima terlebih dahulu oleh selimut
tiang atau yang lebih kita kenal dengan daya dukung friksi, dan untuk
memobilisasi semua daya dukung friksi ini, diperlukan deformasi kira-kira
2% dari diameter tiang.

2. Untuk memobilisasi daya dukung ujung tiang (end bearing capacity)
diperlukan deformasi sekitar 5 - 10% dari diameter tiang.

Nah, dari 2 konsep diatas, kebanyakan memang tes beban dengan metoda PDA
ini memberikan hasil yang sebagian besar memobilisasi daya dukung friksi,
tetapi belum sepenunya memobilisasi daya dukung ujung, dikarenakan oleh
besarnya deformasi yang timbul saat beban diberikan pada tiang.

Oleh karena itu, saya hanya menambahkan ulasan pak Haje dan kawan2
dibawah, bahwa kemungkinan tidak termobilisasinya deformasi sesuai yang
diharapkan, salah satunya bisa disebabkan oleh kurangnya energi tumbukan
(hammer energy) pada tiang pada saat PDA tes, dan energy ini merupakan
fungsi dari berat hammer (biasanya 1-2% dari beban ultimate tiang), tinggi
jatuh (antara 1-1,5 m), verticality jatuhnya hammer pada tiang, kerataan
permukaan tiang (borepile agak sulit rata permukaannya dibanding spun
pile), dll.

Jadi pak Budi, mohon dicek juga deformasi yang timbul akibat pukulan pada
tiang saat tes PDA ini (di report hasil tes PDA selalu disampaikan), nah
dari sini kita dapat menyimpulkan apakah daya dukung tiang hanya
termobilisasi pada friksi atau sudah termasuk daya dukung ujungnya.

Demikian tanggapan dari saya, mudah2an bisa membantu, dan mohon koreksi
jika ada yang kurang, karena sayapun saat ini sedang mempelajari mekanisme
tes tiang ini dengan menggunakan alat PDA...

Ini juga saya sertakan salah satu paper dari Fellenius tentang tes tiang
PDA sebagai pencerahan...

Salam,
Andi Maizir


2011/8/15 Budi Cahyadi

Yth Pak Andi,

Betul pak Andi, settlementnya hanya dalam hitungan mili, sepertinya memang daya dukung tidak termobilisir semuanya.
Data selengkapnya akan saya berikan pada pak Gouw besok untuk dianalisis. Dan akan saya lampirkan juga dalam milis ini setelah pak Gouw selesai
menganalisis, mudah2an kasus ini bisa menjadi masukan yang berarti bagi rekan-rekan yang lain, yang (seperti saya) kurang memahami PDA.

Terimakasih atas inputnya pak Andi.

Salam, Budi.

From: haje
To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Monday, August 15, 2011 6:51 PM
Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result


mas Budi,
Kalau kira2 tdk memberatkan, mungkin tdk ada salahnya datanya juga dishare di milis ini biar kita semua sama2 melihat dulu datanya sebelum pak Gouw memberikan analisisnya.

salam,
Haje

From: Budi Cahyadi
Sender: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Date: Mon, 15 Aug 2011 04:58:26 -0700 (PDT)
To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
ReplyTo: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result


Baik pak Haje,

saya rasa pak Gouw juga tidak akan keberatan. Besok saya share untuk semuanya.

Salam, Budi.


From: Budi Cahyadi
Sender: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Date: Mon, 15 Aug 2011 10:23:56 -0700 (PDT)
To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
ReplyTo: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result


Yth pak Haje, Pak Gouw dan rekan2 lain,

Berikut saya lampirkan laporan PDA serta data tanah. Mohon maaf kalau file pdf nya berbagai ukuran, saya lupa me-resize waktu diformat pdf.
Untuk data tanah, saya sertakan data SPT dan lab, hanya labnya cenderung saya abaikan karena sepertinya tidak mungkin mereka bisa mendapatkan undisturbed sample. Untuk PDA juga karena cukup banyak, ada 9 titik, saya hanya lampirkan 3 titik saja, saya rasa sudah cukup karena yang lainnya tidak jauh berbeda. Saya ucapkan juga banyak terimakasih sebelumnya untuk rekan-rekan yang mau membantu mereview kasus ini.

Salam, Budi.

NB : Satu hal lagi, katanya mereka bisa mengeluarkan grafik uji tarik dari PDA, apakah hal itu mungkin ? Sejauh yang saya tahu, sepertinya tidak bisa.
Kecuali kalau shaft friction itu yang dimaksud sebagai kapasitas tarik.

From: "marcho_mrc@yahoo.com"
To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, August 16, 2011 8:40 AM
Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result


Pak Budi,

Apakah ada data tinggi jatuh pada saat test dilaksanakan?

Saya melihat untuk Boiler No.21 dan chimney No.10 energy yang diterima oleh tiang kecil (0.5 dan 0.7)

setahu saya untuk test PDA, typical energi limit(energi minimal yang diperlukan) untuk drop hammer adalah kisaran 25%-40%

Rumus yang digunakan untuk menghitung typical energy limit :

Energy limit =( EMX / (WR X H) ) x 100

Apabila kita balik :

EMX = (Energy limit X WR X H)/100

Asumsi tinggi jatuh 1.5M

EMX =(25x4.5x1.5)/100
EMX = 1.68 t.m

Jadi sebaiknya pada saat test energi yang harus dicapai adalah minimum 1.68t.m

Pada saat test energi tidak cukup mungkin saja ada kendala seperti :
1. Umur beton yang tidak cukup sehingga terjadi banyak hambatan rambatan gelombang.
2. Cushion yang terlalu tebal
3. Pada saat hammer dijatuhkan, hammer tersebut tidak jatuh bebas.
4. Berat hammer yang digunakan kurang

Saran :
1. Untuk bor pile PDA sebaiknya dilaksanakan setelah 21 hari (washboring sebaiknya setelah 30 hari)
2. Berat hammer minimal 2% dari Pult dengan tinggi jatuh sekitar 1.5m-2m
3. Digunakan otomatis supaya hammer dapat jatuh bebas, tidak ada hambatan dr sling crane.

Re: [forum-geoteknik-indonesia] PDA test Result

Pak Budi dan rekan2 sekalian,

Setelah saya melihat grafik uji PDA, menurut saya grafik yang didapat pada saat pengujian tidak baik.

Kalau kita lihat Grafik test PDA Boiler no 8, terlihat grafik VELOCITY berada diatas dari grafik FORCE. Ini merupakan hal yang terus terang dari pengalaman saya, belum pernah saya jumpai. Lazimnya grafik FORCE berada diatas garis VELOCITY. Ini bisa timbul karena seperti yang disampaikan rekan Marcho, energy pemukulan yang kurang besar. Kedua mungkin ada kerusakan pada alat sensor atau sensor yang tidak terpasang dengan sentris, atau sensor yang masing2 sepasang (accelometer sepasang, strain tranducer sepasang) satu diantaranya mengalami kerusakan. Yang sering mengalami kerusakan dan peka terhadap pemasangan yang tidak simetris dan tidak center, atau baut yang terlalu kencang, adalah strain tranducer. Akibat dari Strain tranducer yang tidak baik, maka hasil dari FORCE menjadi tidak baik.

Grafik PDA Boiler no 21, terlihat lebih normal, tetapi EMX (Energy max) yang dicapai hanya 0.5 ton m. (Lihat catatan Pak Marcho, ini terlalu kecil).

Grafik PDA Chimney no 10, tidak menunjukkan separasi (pemisahan) yang cukup representatif untuk FORCE dan VELOCITY. EMX 07.ton m juga terlalu kecil.

Perlu diketahui bahwa bentuk grafik yang didapatkan di lapangan pada saat pengujian harus baik. Pekerjaan di lapangan yang merupakan pengambilan data, harus dilakukan dengan baik untuk mendapatkan grafik yang representatif. Perlu familiarity yang baik terhadap bentuk hasil test grafik PDA yang baik di lapangan. Strain tranducer yang dipegang oleh sepasang baut yang terpasang tidak center mengakibatkan strain tranducer tidak bekerja baik. Sensor yang dipasang tidak cukup pada posisi yang simetris satu sama lain juga menghasilkan signal yang kurang representatif. Dari data grafik yang terlihat, saya cenderung mengatakan strain tranducer harus diperiksa. Dan ini bisa diketahui dengan memeriksa data mentah dari uji PDA yang diperoleh pada saat pemukulan. Pastinya ada beberapa data dari beberapa pemukulan yang dilakukan di lapangan, dari situ bisa dilihat apakah ada kepincangan pada sensor.

Kalau tidak maka hasil analisa CAPWAP yang notabene dilakukan dengan automatic signal matching akan juga tidak baik, bila signal data mentah tidak representatif. Catatan: Analisa CAPWAP bisa memberikan hasil yang berbeda-beda tergantung data input/parameter, jadi perlu orang yang memang sudah terlatih baik dalam hal ini dan mempunyai pengetahuan dasar yagn baik.

Dalam hal test bapak ini saya cenderung mengatakan bahwa hasil grafik test PDA tsb kurang representatif.

Diatas merupakan pendapat saya yang ditinjau dari grafik lapangan. Mungkin masih ada rekan yang bisa menambahkan.

Best Regards,
Gouw
Senior Geotechnical Consultant
Chartered Financial Consultant
email: limara65@yahoo.com
website: www.indogeotek.com
yahoo ID: limara65

Sunday, February 20, 2011

Strength Gain pada Tanah Lunak

Rekan2 ysh,
Dibawah ini adalah salah satu diskusi di milis Forum Geoteknik Indonesia:

Strength Gain pada Tanah Lunak
From: Budi Cahyadi <a_nd_re_y@yahoo.com>To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comSent: Fri, February 18, 2011 12:22:51 PM

Subject: [forum-geoteknik-indonesia] gain strength on soft soil
Yth rekan2 dan senior2 sekalian,saya sedang butuh pencerahan mengenai masalah gain strength on cohesive soil.Secara teoritis, yang saya tahu tanah akan mengalami gain strength jika dikonsolidasikan. Ini yang awal mulanya menjadikan adanya metode konstruksi bertahap. Namun, bagaimana mengetahui berapakah kenaikan c dan phi akibat konsolidasi tersebut ? Lalu, sampai kapan c dan phi tersebut akan meningkat ? Apakah ada limit gain strength, sehingga tidak akan terjadi gain strength lagi ?Misal : pasang beban tahap 1, konsolidasikan, terjadi gain strength.Pasang beban tahap 2, konsolidasikan, terjadi gain strength lagi. dan seterusnya...apakah ada suatu saat nanti tanah akan fail karena tidak akan terjadi gain strength lagi ?Mohon sharing pemahaman dan brain storming dari rekan-rekan dan senior2 sekalian...terimakasih.Salam, Budi.
++++++++++++++++++++++++++++++++++
From: Budi Satriyo <bdsatriyo@yahoo.com>
To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comSent: Fri, February 18, 2011 2:16:36 PMSubject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] gain strength on soft soil

Mas Budi,c dan phi adalah parameter kuat geser efektif sehingga tidak akan mengalami perubahan akibat konsolidasi. Ingat c dan phi didapat dari interpolasi lingkaran2 Mohr tegangan efektif dari uji triaksial (CU dg pore pressure measurement atau CD) di mana sampel dikonsoli-dasikan terlebih dahulu. Gain in strength terjadi pada kuat geser undrained (cu) karena akibat konsolidasi kadar air berubah (sederhananya kadar air turun, undrained shear strength naik).c dan phi baru berubah apabila terjadi perubahan struktur pada tanah.Salam,Budi

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
From: Budi Cahyadi <a_nd_re_y@yahoo.com>To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comSent: Fri, February 18, 2011 4:41:00 PMSubject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] gain strength on soft soil

Pak Budi Satriyo,Setuju pak, tapi sekarang malah jadi agak bingung hehehe...Saya coba ilustrasikan begini :Tanah kondisi inisial - c dan phi nya undrained (cu dan phi-u)Kemudian dibebani (misal beban Q = x ton/m) dan dibiarkan terkonsolidasiHabis konsolidasi, c dan phi nya jadi efektif kan ? (c' dan phi' kondisi drained)
Pertanyaan 1 : Berapa nilai c' dan phi'setelah terkonsolidasi itu sekarang ? Adakah kaitannya dgn nilai Q ?Setelah itu tanah yang tadi sudah dikonsolidasikan kembali saya bebani (misal Q = y ton/m) dan kemudian dibiarkan terkonsolidasi lagi.
Pertanyaan 2 : c' dan phi' itu akan tetap atau berubah ? (menurut mas Pandhu nilainya akan kembali meningkat).
Pertanyaan 3 : Kalau berubah berapa besar perubahannya ? Kira-kira begitu pak Budi, ilustrasinya tentang hal yang saya ingin tanyakan, dan apakah ada referensi mengenai besarnya peningkatan tersebut...Terimakasih pak atas atensinya.Salam, Budi.

--- On Fri, 18/2/11, Ardy Arsyad <ardyarsyad@yahoo.com> wrote:
From: Ardy Arsyad <ardyarsyad@yahoo.com>Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] gain strength on soft soilTo: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comDate: Friday, 18 February, 2011, 3:13 PM

Poulos, S. J. (1971), "The Stress-Strain Curve of Soils", GEI Internal Reporthttp://www.soilmechanics.us/StressStrain.pdf

2011/2/18 M Riza

Apa kabar ko budi ?(mudah2an ini ko budi yang saya kenal)
masih sibuk dengan reklamasi batam neh tampaknya hehehe.....
jangan bingung2 ko' kontak aj ke saya heheh....biar sama2 belajar hehe...

Mohon maaf, permisi Junior nimbrung neh pa...?
Pertanyaan 1 : Berapa nilai c' dan phi'setelah terkonsolidasi itu sekarang ? Adakah kaitannya dgn nilai Q ?
Jawab : yang jelas akan terjadi peningkatan undrained shear strength akibat adanya proses desipasi ekses air pori pada saat konsolidasi, oleh karena itu derajat konsolidasi yang terjadi dalam hal ini juga menentukan, klo ditanya adakah hubungannya dengan Q saya jawab IYA, seingat saya waktu dulu belajar dengan para suhu geoteknik di kampus kenaikan kuat geser atau gain strength berbanding lurus dengan derajat konsolidasi & kenaikan tegangan (mohon diralat klo salah).

Setelah itu tanah yang tadi sudah dikonsolidasikan kembali saya bebani (misal Q = y ton/m) dan kemudian dibiarkan terkonsolidasi lagi.
Pertanyaan 2 : c' dan phi' itu akan tetap atau berubah ? (menurut mas Pandhu nilainya akan kembali meningkat).
Jawab : setuju dengan mas pandhu (apa kabar bos masih di singapore neh...) akan meningkat ko' budi....selama proses konsolidasi masih terjadi.
Pertanyaan 3 : Kalau berubah berapa besar perubahannya ?
Jawab : hehehe...coba dibaca-baca lagi dibuku2 kita dulu seperti kovac dan sejenisnya atau di slide kuliah pa masyhur ko' smua sudah jelas saya rasa, atau link yang diinfo oleh mas ardy sy rasa sangat bagus (trims dah sharing bahan ilmunya mas ardy, salam kenal dari saya Riza, junior geoteknik yang masih belajar)

Pertanyaan dari saya :
apakah dalam software plaxis sudah memodelkan peristiwa gain strength saat step konsolidasinya dimodelkan? atau harus dimodelkan secara manual? (mudah2an dapat pencerahan dari para suhu geoteknik)

NB : Jangan pernah berhenti belajar sampai maut menjemput..
Mohon maaf klo ada salah2 kata.

Salam hormat selalu,


Muhammad Riza H.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
From: haje <hjitno@gmail.com>To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comSent: Fri, February 18, 2011 6:43:08 PMSubject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] gain strength on soft soil

Mas Budi Cahyadi,

Berikut ini pendapat saya, mudah2an bermanfaat:
Pertanyaan 1 : Berapa nilai c' dan phi'setelah terkonsolidasi itu sekarang ? Adakah kaitannya dgn nilai Q ?
HJ:
Catatan:
Jangan campur aduk antara kuat geser undrained dengan kuat geser drained. Keduanya tidak sama dan tergantung dari berbagai faktor termasuk tipe tanah dan kecepatan pembebanan.

Jawaban pertanyaan 1:
Selama tanahnya masih ada dalam keadaan normally consolidated (soft clay biasanya termasuk tanah NC), maka nilai c' tidak akan berubah. Sedangkan nilai phi' akan sama selama tidak ada perubahan kimia partikel tanah penyusunnya, walaupun tanahnya berubah jadi Overconsolidated.Kalau tanahnya berubah dari NC menjadi Highly OC, maka nilai c' akan naik tergantung dari tingginya OC.Lihat gambar di bawah yg saya ambil dari Holtz -Kovacs (kurfa yg melengkung pada tegangan efektif yg rendah disebt sbg Hvorslev surface):
Harap diingat, kurfa ini bisa dipakai utk menghitung kuat geser drained dan juga undrained.

Utk kasus strength gain akibat preloading misalnya, tanah lunak dipaksa terkonsolidasi utk mencapai nilai tegangan efektif baru yg lebih tinggi dari tegangan efektif awal. Kuat geser undrained akan berbanding lurus dengan tegangan efektifnya. Utk tanah lunak alluvial, biasanya nilai Su ini sebanding dg
Su=0.22svo' (tanah NC atau lightly OC).

Nilai strength gainnya adalah: delta Su=0.22 (svo' akhir - svo' awal)

Kalau tanahnya menjadi highly oversonsolidated, maka

Su=0.22 (OCR)^n * Svo' ; dimana n tergantung dari tipe tanah, tapi nilainya sekitar 0.5-0.7.

Jadi, kalau tegangan efektifnya dinaikkan dg pre-loading (kemudian bebannya dibuang), secara teoritis ada dua hal yg terjadi:
a. kenaikan tegangan efektif, yg berarti kenaikan kuat gser undrained sesuai dg persamaan di atas;
b. tanahnya menjadi OC, walaupun biasanya tidak cukup tinggi utk menaikkan harga c' pd Hvorslev surface pada kurfa keruntuhan Mohr.

Kalau ditanya kuat geser drained-nya berapa, maka akan sebanding dg rumus Mohr Coulomb biasa: S=c+svo'tan (phi)'

Jadi kalau phi-nya 30, maka S= 0.57*svo'; yg jauh lebih tinggi dari kuat geser undrained.

Yg jadi masalah pd tanah lunak adalah kuat geser undrained atau kuat geser jangka pendek, yg berpengaruh thd stabilitas konstruksi. Kalau timbunan dpt dibangun dg tidak runtuh, maka lama kelamaan kuat geser tanah pondasi nya akan naik.

Kalau ditanya apakah ada batas maksimum utk kenaikan kuat geser tanah (strength gain) dg menggunakan pre-loading?

Strength gain ini dibatasi oleh seberapa tinggi kita menaikkan tegangan efektif tanah dg membebani tanah lunak secara aman (tidak runtuh). Biasanya inilah pembatas utama utk pre-loading. Oki, utk pre-loading jg digunakan staged construction agar bisa mencapai timbunan yg cukup tinggi.
Kalau kita punya waktu yg banyak, maka secara teoritis, bisa ditimbun sebanayak2nya, asal enggak runtuh waktu di pre-loadingnya saja.

Pertanyaan 2 dan 3, sudah dijawab di atas.

Ada yg berkomentar ttg steady state dan citical state soil mechanics. Menurut pendapat saya, dua2nya sama saja, hanya bedanya steady state dipakai utk sand sedangkan critical soil mechanics dikembangkan utk clay. Steady state ini dikembangkan oleh Om Casagrande di Harvard sdngkan CSSM dikembangkan oleh Om Roscoe di Cambridge. prinsipna mah sama saja. dan sbgmana biasa, antara US sama UK selalu ada kompetisi dlm soal2 beginian (spt misalnya effektif stress path- ada yg gaya MIT, atau gaya Cambridge).
Menurut pendpt saya yg mungkin salah, tampaknya tidak ada relevansi antara kedua teori ini dg strength gain yg didapat akibat pre-loading. Mungkin saja saya salah, karena saya belajar topik ini lebih dari 15th yg lalu dan mungkin ada penemuan baru yg saya tidak tahu. Mohon dikoreksi jika ternyata saya salah.

Kalau mas Budi mau baca referensi bagus utk ini, silakan lihat:
"Embankment on Soft Clays" karangan Serge Leroueil, Jean-Pierre Magnan dan Francois Tavenas. Penulis pertama dan ketiga, orang Kanada (Quebec), dan yg tengah orang Perancis.

Mudah2an tidak menambah kebingungan, kalau ternyata bingung juga..hehe salah sendiri kenapa tanya-tanya..:-)..Silakan baca buku di atas ini, mudah2an ada sedikit mencerahkan.

salam,
haje

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
2011/2/19 Budi Cahyadi <a_nd_re_y@yahoo.com>

Yth Pak Haje,

Pak Haje, terimakasih sekali telah berkenan untuk sharing. Pendapat Bapak sangat bermanfaat. Namun, saya sekali lagi mohon Bapak bisa “meluruskan” pendapat saya =)

Bapak mengatakan jangan campur adukkan kuat geser undrained dengan kuat geser drained. Nah selama ini persepsi saya keduanya adalah parameter yang sama (maksudnya bukan nilainya yang sama) hanya dalam kondisi berbeda. Definisi drained bagi saya adalah tanah yang tidak memiliki kandungan air, tanah yg porositasnya besar (sand etc), dan tanah yang telah terkonsolidasi sampai excess pore pressurenya 0. Undrained adalah sebaliknya, yaitu tanah yang mengandung air, porositas kecil, dan tidak sedang dalam proses konsolidasi (bisa tanah NC bisa tanah OC). Jadi jika tanah undrained yang memiliki parameter undrained saya konsolidasikan sampai full, otomatis parameter tadi berubah jadi parameter drained. Apakah persepsi saya salah pak ?

Untuk pertanyaan saya yang nomor satu, karena tanahnya lunak, ini saya asumsikan tanah NC. Maksud Bapak c’ dan phi’ nya tidak berubah itu c’ dan phi’ untuk tanah sebelum dikonsolidasikan dengan c’ dan phi’ tanah setelah dikonsolidasikan tidak akan berubah ? Bolehkah saya mengkategorikan nilai c’ dan phi’ ini sebagai sifat bawaan tanah yang dipengaruhi oleh nilai Plasticity Index ? Maksud saya, kita bebani berapapun asal tidak runtuh (tegangan efektif menjadi naik) tetap saja nilai c’ dan phi’ nya tercapai hanya sekian, sesuai dengan sifat bawaannya (nilai PI) ? Hubungan ini saya dapat dari grafik antara sin phi’ dengan PI (Kenney, 1959).

Lalu untuk kenaikan gain strength Su = 0.22 svo’ untuk NC dan 0.22 (OCR)^n* Svo’ untuk OC, nilai 0.22 itu sebenarnya dari mana pak ? Apakah hasil dari perhitungan analitis atau empiris ? Dan apakah ada referensinya untuk nilai tersebut ? Mohon maaf saya belum sempat cari referensi yang Bapak berikan, pasti akan saya cari.

Mengenai limit gain strength, berarti saya berkesimpulan bahwa gain strength tidak terbatas, selama kenaikan tegangan efektif (beban) tidak melebihi daya dukung tanah.

Soal Steady State dan Critical State, sejauh ini memang saya belum menemukan masalah gain strength di situ (yg saya baca buku Muir Wood, Soil behaviour and critical state soil mechanics), entah kalau ada di buku2 lain.

Demikian pak, pemahaman dan pertanyaan (lagi) dari saya, mohon diluruskan jika ada yang salah. Terimakasih banyak pak.


Budi.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
From: haje <hjitno@gmail.com>To: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comSent: Sat, February 19, 2011 3:14:43 AMSubject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] gain strength on soft soil

Mas BC:
"Bapak mengatakan jangan campur adukkan kuat geser undrained dengan kuat geser drained. Nah selama ini persepsi saya keduanya adalah parameter yang sama (maksudnya bukan nilainya yang sama) hanya dalam kondisi berbeda. Definisi drained bagi saya adalah tanah yang tidak memiliki kandungan air, tanah yg porositasnya besar (sand etc), dan tanah yang telah terkonsolidasi sampai excess pore pressurenya 0. Undrained adalah sebaliknya, yaitu tanah yang mengandung air, porositas kecil, dan tidak sedang dalam proses konsolidasi (bisa tanah NC bisa tanah OC). Jadi jika tanah undrained yang memiliki parameter undrained saya konsolidasikan sampai full, otomatis parameter tadi berubah jadi parameter drained. Apakah persepsi saya salah pak ?"

HJ:
Hehehe..maaf salah mas..:-)..
Tanah NC atau OC, pasir atau lempung, dua2nya bisa mengalami pembebanan drained atau undrained (kecuali kalau kering..).

Kondisi drained atau undrained didefinisikan dg kemampuan tanah dalam mendisipasi tegangan pori pada saat dibebani.
Fully undrained (disebut sbg 'undrained' saja): Kalau pembebanan cukup cepat sampai tegangan air pori yg terjadi tidak sempat terdisipasi sama sekali.
Partially drained: Kalau pembebanan tidak begitu cepat, tapi tidk cukup lambat utk mendisipasikan tegangan air pori yg terjadi.
Fully drained (disebut sbg 'drained' saja) : kalau pembebanan cukup lambat sehingga tegangan pori yg terjadi bisa terdisipasi semuanya.
ke-tiga kondisi pembebanan ini dikontrol oleh besarnya waktu pembebanan (t), nilai cv (coef konsolidasi) dan juga drainage path (maaf ya bahasanya campur2..:-)..), yg diberikan dalam persamaan:
T=cv*t/H^2
kalau T>2, pembebanan bisa dianggap drained. Kalau nilai T<0.001, su =" 0.22" su="0.38*svo'">

Pak Haje,Saya sudah mengerti sekarang Pak, crystal clear =) jadi selama ini persepsi saya salah ...Terimakasih banyak Pak Haje, bahkan melalui milis saja saya sudah dapat banyak masukan dari Bpk, saya jadi berharap Pak Haje kapan-kapan memberikan kuliah tamu di Bandung lagi =) kalau langsung bertatap muka tentu lebih mantap.Salam saya,Budi.

++++++++++

Sama-sama mas. Kalau masih semangat utk baca: silakan download papaer ini, saya kira relevan utk problem yg sdng mas hadapi:
http://f1.grp.yahoofs.com/v1/EBZfTQ1Uvxrc9tMP1yphh6IkLVHrV-JdkXiI1ganmjcbwKmxyJ7yLqqXouZd1B1M9fiAXmDp4TD7Z0x5Y6A8qg/Consolidation/Preloading_and_vertical_drains.pdf

ada di website FGI.

salam,
haje

+++++++++++++++++

Catatan :
Ada beberapa masukan lain yg diberikan oleh anggota milis lainnya yg bisa dilihat langsung di milis Forum Geoteknik Indonesia:
http://tech.groups.yahoo.com/group/forum-geoteknik-indonesia/

Salam,
Haje

Tuesday, September 21, 2010

Haruskah Kita Menunggu the Big One?

Sebelumnya banyak orang menyangka bahwa gempa besar hanya melanda daerah2 berpenduduk jarang. Begitu pula, banyak orang yang menyangka bahwa daerah 'sepi' gempa besar, seperti Jakarta misalnya, tidak akan pernah mengalami gempa besar. Alam rupanya mencoba mengoreksi sangkaan yang salah itu dengan terjadinya empat gempa besar yg memporak-porandakan teknologi manusia di empat penjuru dunia. Tidak tanggung2, negara2 yang dilanda adalah negara2 dengan teknologi gempa yang canggih: Amerika (Gempa Northridge,1994), Asia (Gempa Kobe, 1995 dan Taiwan, 1999) dan Eropa (Gempa Izmit, 1999). Buat kita, duka mereka bisa kita jadikan hikmah. Luluh-lantaknya infrastruktur yang dibangun dengan Peraturan Gempa yang canggih itu merupakan full-scale field test atas memadai tidaknya peraturan yang berlaku. Sekarang tergantung kita, haruskah kita menunggu datangnya the Big One untuk meninjau kembali peraturan gempa kita dan secara ketat mengaplikasikannya di lapangan?

Kalau dikatakan bahwa Jakarta termasuk daerah rawan gempa, semua orang sudah tahu. Tapi kalau Jakarta sangat mungkin mengalami peristiwa kerusakan yg terjadi di Taiwan, atau Kobe, Jepang atau Izmit, Turkey, maka banyak orang yang mungkin tidak tahu.

Setelah dua kali dalam waktu enam bulan digoncang gempa dengan kekuatan sekitar 6 pada jarak sekitar 200 km, sewajarnya penduduk Jakarta khawatir jika gempa yg lebih besar bisa datang menimpa. Sejarah juga mencatat, bahwa pada tahun 1833, Jakarta digoncang gempa besar dengan intensitas Modified Mercalli VII-VIII. Intensitas ini menunjukkan bahwa gempa ini mengakibatkan goncangan yang berarti di daerah Jakarta dan sekitarnya.

Di ujung abad ini, ada 4 gempa besar terjadi yang merenggut tidak kurang dari 50 000 jiwa dan mengakibatkan kerugian materil tidak kurang dari 200 milyar US dollar di California, Jepang, Taiwan dan Turki (Tabel 1). Ke-empat gempa besar ini kebetulan terjadi pada daerah yang padat penduduk dengan infraststruktur yang lengkap. Secara kebetulan juga, ke-empat sumber gempa ini berupa patahan lempeng tektonik yang dekat dengan permukaan.

Tabel 1. Empat gempa besar akibat merusak di ujung abad 20

Gempa

Terjadi

Kerugian

(milyar US$)

Mw*

Kedalaman pusat gempa

(km)

Durasi (detik)

Sesar penyebab

PGA maksimum tercatat (g)

Northridge, California

17 Jan. 1994 jam 4:31 pagi

15

6.7

18

15

Thrust-fault

1.8

Kobe, Jepang

17 Jan. 1995 jam 5:46 pagi

150

6.9

10

17

Thrust-fault

0.8

Izmit, Turkey

17 Ag. 1999, jam 3:02 pagi

40

7.4

17

45

Strike-slip fault

0.4

Taiwan

21 Sept. 1999 jam 1:47 pagi

30

7.6

15

32

Thrust-fault

1.0

Mw = moment magnitude yg merupakan besaran untuk mengukur energi gempa, dihitung berdasarkan panjang dan lebar patahan yang terjadi. Pada range 6 dan 7, besaran Mw kira2 5% lebih besar dari skala Richter.

g = satuan gravitasi (9.81 m2/detik)

Gempa Northridge, California

Jam 4:31 pagi, Senin, 17 Januari 1994, gempa berkekuatan Mw6.7 (Mw=moment magnitude) menggoncang Lembah San Fernando, Los Angeles bagian utara, California. Lima puluh tujuh orang meninggal dan lebih dari 1500 orang luka-luka. Dalam waktu kurang dari semenit sekitar 12 500 gedung rusak ringan sampai berat dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Beberapa segmen jalan bebas hambatan rusak berat sehingga memaksa ditutupnya 11 jalan utama menuju Los Angeles.

Lembah San Fernando memang terletak di daerah yang aktif gempa. Gempa ini merupakan gempa yang ketiga setelah gempa San Fernando di th 1971 dan Loma Prieta di th 1989. Daerah ini dibatasi oleh Verdugo Mountains di timur laut dan San Gabriel Mountains di barat, oleh Simi Hills dan Santa Susana Mountains di barat laut, serta di selatan oleh Santa Monica Mountains. Daerah ini aktif bergerak membentuk lipatan dan thrust-fault akibat desakan pada arah utara-selatan yg terjadi pada belokan sesar strike-slip San Andreas yang terkenal itu (Gambar 1).

Berdasarkan laporan dari California Institute of Technology dan US Geological Survey, sumber gempa berasal dari patahan pada kedalaman 18 km dari permukaan. Uniknya, patahan ini tadinya tidak ada atau tidak diketahui oleh para seismolgist. Rupanya patahan ini terjadi sebagai akibat pergerakan sesar San Andreas yg sekian lama mendesak lempeng ini sampai akhirnya mencapai batas keruntuhannya. Patahan ini lazim disebut blind thrust.

Gambar 1. Sesar2 besar yang aktif di sekitar Los Angeles, California.

Gempa Kobe, 1995

Tepat setahun kemudian, tanggal 17 Jan 1995, gempa dengan skala Mw6.9 menghentak Jepang. Gempa yg terjadi pada jam 5:46 pagi ini menggoyang daerah padat penduduk Kobe dan meluluh-lantakkan sekitar 20 persen sendi-sendi perekonomian Jepang dalam bilangan menit. Walaupun sebenarnya Kobe terletak cukup jauh dari pertemuan empat lempeng tektonik utama dunia: lempeng Amerika Utara, lempeng Pasifik, Filipina dan Eurasia, tak urung gempa besar terjadi juga disini (Gambar 2).

Gambar 2. Patahan penyebab Gempa Kobe (dari EQE international)

Daerah ini terletak pada Arima Takatsuki Tectonic Line yang juga merupakan sesar strike-slip, mirip dengan sesar San Andreas. Hanya saja, sesar ini tampaknya merupakan 'hasil sampingan' tumbukan antara lempeng Filipina dengan Eurasia, yang juga ditumbuk oleh lempeng Pasifik dari arah Timur laut sehingga terjadilah sesar ini.

Secara historis, daerah Kobe ini termasuk daerah yang agak 'sepi' dari gempa2 besar. Hanya ada dua kali gempa besar menimpa daerah ini dalam waktu 400 tahun. Pada tahun 1916, daerah ini dihentak gempa berkekuatan Mw6.1. Dan hampir 400 tahun yang lalu, th 1596, daerah ini juga digoncang gempa berkekuatan Mw7.0. Jadi, banyak orang menyangka, bahwa daerah ini adalah daerah yang relatif aman terhadap gempa besar.

Gempa Izmit (Kocaeli), Turki

Jam 3:01 dini hari, saat enak-enaknya tidur, goncangan gempa berkekuatan Mw7.4 melanda daerah Izmit, Turki pada tanggal 17 Agustus 1999. Pada hari itu, sementara bangsa Indonesia sedang mensyukuri karunia kemerdekaannya selama 54 tahun, bangsa Turki berduka cita karena puluhan ribu warganya meninggal karena gempa ini.

Episenter gempa terletak 11 km sebelah tenggara Izmit, atau 80 km dari Istanbul, ibu kota Turki (Gambar 3). Gempa ini berpusat pada kedalaman 17km dan terjadi sepanjang sistim sesar Anatolia Utara paling ujung. Sesar ini telah menggoncang Turki dengan 7 gempa bermagnituda lebih besar dari 7 dalam kurun waktu 50 tahun!

Sesar ini merupakan sesar strike-slip, dan pada saat terjadi gempa ini, sesar sepanjang 60 km mengalami slip sebanyak 2.5m secara horisontal dan 2m secara vertikal.

Dalam hal percepatan gempa yang tercatat di permukaan tanah, gempa ini tidaklah begitu istimewa. Peak ground acceleration (PGA) yang tercatat paling tinggi hanyalah 0.4g, jauh lebih kecil dari PGA yg tercatat pada gempa Northridge atau Kobe. Yang istimewa pada gempa ini adalah durasi gempa ini yang cukup panjang yaitu 45 detik.


Gambar 3. Pusat gempa Izmit (Kocaeli) di Turki (dari Olsen, ERDC,WES).

Gempa Chi-chi, Taiwan

Gempa besar rupanya suka datang pagi2. Seperti juga 3 gempa besar sebelumnya, gempa Chi-chi berkekuatan Mw7.6 menghentak Taiwan bagian tengah selama 30 detik, pada jam 1:47 dini hari, tanggal 21 September 1999. Lebih dari dua ribu orang meninggal karena gempa ini dengan kerugian materil lebih dari 30 milyar US dollar.

Gempa ini diakibatkan oleh runtuhnya sesar Chelungpu yang merupakan thrust fault yang menghunjam dengan sudut 30 derajat ke arah timur (Gambar 4). Sesar ini merupakan bagian barat dari zona thrust-fault yg terjadi karena energi kompresi pada lempeng Eurasia akibat tumbukan lempeng Filipina dan Eurasia. Keruntuhan sesar ini terjadi sepanjang 80 km dengan bidang geser sedalam 40 km. Episenter terletak 15 km dari ujung selatan sesar. Keruntuhan ini menghasilkan fault scarps setinggi 2 sampai 3 meter sepanjang ujung selatan sesar dan bahkan setinggi 4 sampai 8 m di ujung utara sesar yg runtuh ini. Percepatan gempa yg tercatat di permukaan tanah bervariasi besarnya tergantung dari lokasi instrument pencatat. Percepatan maksimum yg tercatat mencapai 1.0g.

Biasanya, gempa2 besar di Taiwan terjadi jauh di laut sebagai akibat tumbukan pelat Filipina yang menghunjam pelat Eurasia. Oleh karena itu, gempa ini termasuk gempa 'kagetan' juga. Sesar Chelungpu ini memang diketahui sebagai sesar aktif, tapi belum ada data geologi yg bisa mengukur seberapa aktif sesar ini, dan selama ini sesar ini tampak tidak mampu menimbulkan gempa besar. Oleh karena itu, daerah ini dimasukkan kedalam zona gempa rendah sampai menengah saja.

Gambar 4. Pusat gempa Chi-chi di Taiwan (dari Olsen,ERDC-WES)

Kerusakan yg ditimbulkan

Pada prinsipnya kerusakan yang diitimbulkan dapat dibagi dua: kerusakan langsung akibat pergerakan sesar dan akibat sekunder seperti kuatnya goncangan, likuifaksi, kebakaran, dan lain-lain.

Likuifaksi adalah keadaan dimana tanah kepasiran lepas mengalami kehilangan kekuatan dan kekakuannya secara sementara akibat gempa atau beban lain. Likuifaksi mengakibatkan keruntuhan daya dukung, pergerakan tanah lateral, beda penurunan pada bangunan, dan juga longsornya dam.

Likuifaksi terjadi pada tanah pasir lepas yg jenuh air. Oleh karena itu, likuifaksi biasanya terjadi di pantai, dan daerah2 lain yang merupakan bekas aliran sungai atau danau dengan permukaan air tanah yang tinggi.

Salah satu sebab utama gempa2 ini sangat merugikan adalah karena gempa2 ini terjadi pada daerah yg berpopulasi padat, dengan infrastruktur yg sudah jadi. Kalau kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa Northridge dapat dikatakan paling kecil dibandingkan kerusakan yg ditimbulkan oleh tiga gempa lainnya (lihat Tabel 1)), maka kemugkinan itu adalah hasil dari penerapan Peraturan Bangunan Tahan Gempa yg memadai secara ketat, tipe bangunan dan kondisi geologi lokal yang berbeda dengan daerah Kobe, misalnya.

Dari ke-empat gempa ini, hanya satu yg langsung diakibatkan oleh sesar strike-slip, yaitu Gempa Izmit. Tiga lainnya diakibatkan oleh thrust-fault sebagai akibat sampingan baik dari pergerakan patahan strike-strip (Northridge) ataupun akibat pergerakan lempeng pada daerah hunjaman (subduction) seperti di Taiwan dan Kobe. Semuanya meninggalkan fault scarps (bekas patahan) di permukaan.

Dari ke-empat gempa ini hanya satu gempa yg memang sudah diduga bakal terjadi, yaitu gempa Izmit. Dengan menghitung besarnya tegangan dan regangan, yg berarti juga enerji, sepanjang segmen sesar Anatolia utara, sejak tahun 1997 US Geological Survey sudah mengantisipasi akan terjadinya gempa di daerah sekitar Izmit. Di sepanjang sesar ini, hanya bagian inilah yang belum mengalami keruntuhan sejak tahun 1939. Sedangkan 6 segmen2 lainnya telah runtuh dan menghasilkan gempa dengan magnituda sekitar 7, pada tahun 1939, 1942, 1943, 1957 dan 1967.

Gempa2 lainnya dapat dikatakan tidak diduga bakal terjadi di daerah itu. Secara historis, daerah Kobe, di Jepang, Chi-chi di Taiwan termasuk daerah yang ‘miskin’ gempa besar. Kecuali Northridge, yang memang dikelilingi oleh beberapa sesar aktif. Sekalipun demikian, tidak ada seorangpun yang menyangka bahwa di bawah kota Northridge tersembunyi potensi sesar yg bisa menghasilkan gempa besar.

Ke-empat gempa ini melanda negara dengan teknologi tahan gempa yang canggih, Amerika Serikat, Jepang, Taiwan dan Turki. Gedung2 modern yg terbuat dari struktur baja, pada umumnya dapat bertahan dan tidak runtuh. Tapi, gedung2 rangka beton, sekalipun dibangun dengan teknologi modern, kebanyakan hancur lebur. Hal ini tidak saja terjadi di Turki dan Taiwan, tapi juga di Northridge, California, tempat embahnya para ahli gempa dunia, dan juga Kobe, Jepang, yg mempunyai peraturan gempa yg lebih ketat dari Amerika. Disamping faktor tingkat goncangan yang sangat tinggi, faktor goncangan susulan, durasi gempa, dan faktor efek lokal site juga merupakan penyebab semakin luasnya daerah bencana.

Sebagai ilustrasi mengenai kuatnya goncangan gempa2 ini, pada Gambar 5 terlihat jalan layang di Kobe yang runtuh dan Gambar 6 memperlihatkan gedung rangka beton yang luluh lantak di Izmit.

Gambar 5. Pilar2 jalan layang yang patah akibat gempa Kobe (dari EQE international).

Gambar 6. Gedung rangka beton yang luluh lantak akibat gempa Izmit di Turki.

Pada ke-empat bencana gempa ini, bencana likuifaksi terjadi di mana-mana. Terutama daerah pantai yang biasanya terdiri dari endapan tanah kepasiran yang lepas serta juga mempunyai muka air tanah yang tinggi. Di Kobe dan Izmit, selain faktor percepatan yang tinggi yang banyak merusak bangunan gedung rangka beton, likuifaksi merupakan salah satu faktor utama yg menyebabkan banyaknya amblasan gedung akibat hilangnya daya dukung (Gambar 7), serta terjadinya pergerakan lateral, yang menyebabkan rumah dan gudang berpindah ke laut (Gambar 8), atau juga jatuhnya bentang jembatan (Gambar 9).

Gambar 7. Amblasnya bangunan karena hilangnya daya dukung akibat likuifaksi. Gempa Izmit, Turki (dari Olsen, ERDC-WES).

Gambar 8. Akibat likuifaksi di pantai Kobe setelah dilanda gempa(dari University of California, Berkeley)

Gambar 9. Jatuhnya bentang jembatan karena adanya pergerakan lateral tanah akibat likuifaksi(dari University of California, Berkeley).

Pelajaran yang bisa diambil

Jakarta merupakan salah satu kota atau merupakan satu2nya kota di Indonesia yg telah menghabiskan ratusan trilyun rupiah untuk mengembangkan infrastrukturnya. Jakarta juga merupakan pusat bisnis Indonesia, yang mengatur dan mengelola perbisnisan yang ada hampir di seluruh Indonesia. Kalau Jakarta hancur akibat gempa, maka akibatnya bisa sangat fatal bagi nafas kehidupan negara Indonesia. Kasarnya, kalau Jakarta hancur, maka bekas-bekas pembangunan Indonesia selama 30 tahunpun hancur.

Jelas, tak ada seorangpun ingin Jakarta hancur karena gempa. Tapi, masalahnya adalah, gempa sebagaimana juga masalah2 bangsa kita saat ini, tidak bisa dihindarkan dengan hanya berdoa, atau bahkan dengan upacara ruwatan saja. Gempa hanya bisa dikurangi akibatnya dengan cara memperbaiki sistim Peraturan Bangunan Tahan Gempa kita, pengontrolan yang ketat, memasyarakatkan potensi bahaya gempa, dan secara finasial, mengasuransikan bangunan.

Tapi pertanyaannya sekarang, mungkinkah Jakarta akan terkena gempa besar seperti yang pernah terjadi di Northridge, Kobe, Izmit atau Taiwan? Jawabannya adalah sangat mungkin. Mengapa?

Alasan pertama, karena tiga dari empat gempa di atas, terjadi pada daerah yg tadinya tidak disangka sama sekali akan mengalami gempa besar. Khususnya untuk gempa Kobe (Jepang) dan Chi-chi (Taiwan), yg terjadi akibat adanya keruntuhan thrust-fault yang dihasilkan oleh adanya tumbukan lempeng tektonik pada zona subduksi di daerah masing2, mempunyai geometri yang mirip dengan zona subduksi di pantai selatan Jawa, khususnya Jawa Barat. Sesar2 permukaan yang terjadi di Sukabumi, Bogor, Baribis, dan daerah2 lain di Jawa Barat, merupakan akibat langsung dari desakan lempeng Indo-Australia yg menghunjam lempeng Eurasia. Pergerakan lempeng ini mirip dengan pergerakan lempeng Filipina yg menghunjam lempeng Eurasia di Taiwan, ataupun lempeng Pasifik yang menghunjam lempeng Eurasia di Kobe.

Alasan kedua, secara historis Jakarta pernah dilanda gempa yg besar pada tahun 1833. Intensitas gempa yang tercatat saat itu mencapai skala VII dan VIII pada sistim Modified Mercalli. Intensitas setinggi ini menunjukkan bahwa Jakarta mengalami percepatan gempa yang besarnya berkisar antara 0.13g sampai 0.27g. Skala VIII MM dikatagorikan sebagai: ‘kerusakan tampak pada bangunan dg disain yang baik, cukup banyak dan menyebabkan keruntuhan parsial pada bangunan biasa, kerusakan parah terjadi pada bangunan dg disain buruk, dinding penyekat terlempar dari rangkanya, menara asap,kolom dan monumen runtuh, perabotan berat terbalik, pasir dan lumpur menyembur (terjadi likuifaksi -penulis), terjadi perubahan pada air sumur, orang yang sedang menyetir mobil terganggu. Karena hal ini, dapat dipastikan, Jakarta akan mengalami lagi gempa dengan magnituda yg serupa nanti. Karena kejadian gempa tersebut sudah hampir 170 tahun yang lalu, bisa jadi gempa besar ini akan datang dalam beberapa tahun mendatang.

Dari keterangan diatas, Jakartapun pernah mengalami likuifaksi akibat gempa besar. Kemungkinan kasus likuifaksi ini terjadi di Jakarta utara, yang saat itu masih ditemukan banyak rawa-rawa. Kalaupun daerah itu pernah mengalami likuifaksi, tidak berarti daerah itu tidak akan mengalami likuifaksi lagi. Proses likuifaksi bisa datang lagi berkali-kali selama lapisan tanah tersebut masih berkonsistensi lepas dan intensitas gempa yang datang cukup besar untuk mencapai ambang batas likuifaksi lapisan tanah tersebut.

Sebelum krisis terjadi, pemerintah dengan bantuan swasta mengembangkan kawasan Pantai Utara Jakarta untuk perumahan dan perhotelan dengan cara mereklamasi pantai. Metoda yang dipakai adalah metoda hydraulic fill ditambah dengan pemasangan vertical drain untuk mempercepat proses konsolidasinya. Metoda ini memang cukup berhasil untuk mempercepat pencapaian kekuatan tanah sehingga bisa dicapai keseimbangan statik disain, baik saat konstruksi dengan membatasi ketebalan lapisan timbunan, ataupun juga jangka panjang setelah konstruksi. Tapi, dari segi ketahanan tanah terhadap beban gempa, metoda ini sangat riskan. Tanpa menambah kekakuan tanah, misalnya dengan cara stone-column, jet-grouting, soil-mixing, dan metoda2 perbaikan tanah yang semacam itu, maka ketahanan tanah endapan dengan metoda hydraulic fill terhadap beban dinamik tetap rendah, dan berpotensi besar untuk mengalami likuifaksi, walaupun dengan percepatan hanya sekitar 0.13g saja. Bukti2 ini sudah terlihat di lapangan pada peristiwa gempa Kobe, misalnya. Dengan kata lain, jika gempa besar yang pernah datang pada tahun 1833 itu datang lagi, dan karena gempa2 besar ini biasanya datang dini-hari, maka para pemilik bangunan di pantai utara Jakarta, siap-siap saja bangun pagi dengan kaki basah karena pondasi rumahnya sudah amblas, atau bahkan ada yg pindah ke tengah laut, atau apartemennya miring sehingga bisa turun kebawah dengan jalan kaki dari jendela..

Enggak percaya? Boleh saja..,tapi mungkin saja ketidakpercayaan terhadap informasi ini bisa mahal harganya.

Sumbang pikiran untuk bangsaku tercinta,

Melbourne, 13 Sept 2000 (ditulis sebelum Gempa Sumatra 2004)

Hendra Jitno, Ph.D., CPEng, FIEAust, NPER.