Saturday, August 1, 2009

Stability Criteria for Waste Dumps

> From: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com
Subject: [forum-geoteknik-indonesia] Stability Criteria for Waste Dumps

Teman2 ysh,
Barusan saya ditanya ttg kriteria waste dumps di mining site yg saat ini sdng saya tangani. Barngkali ada gunanya jika informasi ini saya share di milis ini.

salam,
haje

=======++++> > > >

It all depends on the risks, which means depending on the size of the dump and whether the dump is temporary or permanent.
Due to high rainfall at the site, all the criteria below apply for the dumps, which are normally under high phreatic surface or fully saturated conditions.
For interim dumps, the following stability criteria are> recommended:
> > 1.0 Static Loading:
> > 1.1 For deep seated failure surface - Minimum FOS =1.30.
> > 1.2 For shallow failure surface/infinite slope failure surface> - Minimum FOS=1.10.
> > 2.0 Seismic Loading under OBE (Operating Design Earthquake):
> > 2.1 After earthquake (no seismic loading, but include potential> strength reduction due seismic induced pore pressure increase)- For both> deep seated and shallow failure surface -Minimum FOS =1.0.
> > 2.2 During earthquake, it is acceptable to have FOS less than> 1.0 under pseudo-static stability analysis using USACE Method(Hynes-Griffin> and Franklin, 1984), as long as the seismic deformation of the slope computed by Makdisi-Seed analysis (1978) or similar method is less than 2m (no flow failure is indicated).

For permanent Main dump, the following stability criteria are recommended:
> > 1.0 Static Loading:
> > 1.1 For deep seated failure surface - Minimum FOS =1.50.
> > 1.2 For shallow failure surface/infinite slope failure surface - Minimum FOS=1.30.
> > 2.0 Seismic Loading under MDE (Maximum Design Earthquake):
> > 2.1 After earthquake (no seismic loading, but include potential strength reduction due seismic induced pore pressure increase) -
> > 2.1.1 For deep seated failure surface -Minimum FOS =1.20.
> > 2.1.2 For shallow failure surface -Minimum FOS =1.0.
> > 2.2 During earthquake, it is acceptable to have FOS less than 1.0 under pseudo-static stability analysis using USACE Method(Hynes-Griffin> and Franklin, 1984), as long as the seismic deformation of the slope computed by Makdisi-Seed analysis (1978) or similar method is less than 2m (no flow failure is indicated).

Note-
a. For water retaining dams, the OBE (Operating Basis Earthquake) is usually defined as an earthquake with 10% probability of exceedence in 50 years (50 years is the design life of dams) which gives an AEP (Annual> Exceedence probability) of 1 in 475 years. For interim waste dumps, I consider this is too high and would prefer to use 10% probability of exceedence in 10 years (10 years is considered the design life of interim> waste dumps), which gives you 1 in 100 years AEP.
b. For the MDE, however, I would recommend using the value adopted for the TSF (Tailings Storage Facility - tailings dam) which is 1 in 1000years> (10% probability of exceedence in 100 years).
c. Pseudo-static method using USACE method as recommended in the "1998 ANCOLD Guidelines to design Dams to withstand earthquakes". Use horizontal seismic coefficient, kh=50% of Peak Ground Acceleration, PGA, of design earthquakes and 20% strength reduction for materials susceptible to seismic-induced pore pressure increase during earthquakes.
d. Makdisi, F. and Seed, H.B. (1978)."Simplified Procedure for estimating Dam and embankment earthquake induced deformations," Journal of Geotechnical Engineering, ASCE, Vol. 104, GT-7, 849-867.

Any queries please let me know.


--- In forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com<mailto:forum-geoteknik-indonesia%40yahoogroups.com> , "Y.P. Chandra" wrote:
Pak HJ yth,
Informasi anda sangat berguna. Namun, boleh tahu apakah criteria-2 itu berasal dari code, standard, text book atau merupakan preferensi darisalah satu praktisi atau perusahaan berkecimpung di mining? Alangkah baiknya kalau code, standard atau referensinya diinformasikan.
Chandra

From: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com[mailto:forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Hendra JitnoSent: Friday, July 24, 2009 4:05 PMTo: forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.comSubject: [forum-geoteknik-indonesia] Re: Stability Criteria for Waste Dumps


Pak Chandra ysh,
Waste dumps merupakan salah satu infrastruktur geoteknik yg belum mendapatperhatian seksama dari para regulator, tidak sperti tailings dam, dam, ataubangunan2 geoteknik lainnya. Oleh karena itu kriteria designnya agak 'loose'dan cenderung mengikuti 'selera' perencana-nya.
Kriteria yg saya tulis di email saya terdahulu merupakan salah satu 'currentbest practice', berdasarkan gabungan kriteria dam engineering baik utk bebanstatik dan juga dinamik.Kriteria FOS 1.3 utk short-term loading dan 1.5 utk long-term loading, sayakira sudah merupakan acuan baku di bidang dam engineering, spt dipakai jugadalam manual dari USACE, USBR atau buku2 text ttg dam engineering lainnya.
Acuan utk beban dinamik akibat gempa OBE (Operating Design Earthquake)ygmemakai 1 in 475 years AEP merupakan standard yg dipakai utk bendungan besarmenurut ICOLD, USCOLD, dan ANCOLD (Australian Committee of Large Dam) dansaya kira juga di KBB (Komite Bendungan Besar) Indonesia.
Utk interim Waste Dumps,yg design life-nya hanya sekitar 2 sampai 5 tahun (5tahun sudah cukup panjang utk interim waste dumps), saya modifikasi sedikitkriterianya menjadi 1 in 100 years saja, utk mencerminkan sifatnya ygtemporer.Utk Waste Dumps yg permanen, maka design gempanya menggunakan 1 in 475 yearsutk OBE, dianggap sama spt bendungan/dam.
Utk MDE (Maximum Design Earthquake), penentuannnya sangat tergantung darihasil risk analysis. Kalau waste dumps nya termasuk kategori 'high hazard',maka return period gempanya bisa mencapai lebih dari 1000 thn (atauAEP-Annual exceedance probability- 1 in more than 1000 years). Ada beberapadam yg pernah saya tangani memakai MDE 1 in 3000 years dan 1 in 500 yearskarena terletak didaerah pemukiman padat penduduk sehingga kalau damnyajebol maka risiko loss of life-nya bisa sangat tinggi.
Utk kasus yg saya tangani, karena risiko keruntuhannya tidak mengakibatkan'loss of life' (lokasi hutan belantara PNG), maka gempa disain-nya cukupmenggunakan AEP 1 in 1000 years saja.
Utk gedung..Pak Chandra lebih tahu dari saya..mohon dishare juga pak..
Mudah2an bermanfaat,
Salam dari hutan,
Haje

--- In forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com, "Y.P. Chandra" wrote:
Yth Pak HJ, Terima kasih penjelasannya dan saya rasa bermanfaat bagi kita semua. Mengenai criteria untuk gedung, diluar dugaan, ternyata juga sangatbervariasai dari satu code ke code yang lain. Dulu saya pernah list FS untuknegative skin friction tiang pancang dari beberapa codes dan text books,ternyata banyak variasi juga dan ternyata tidak semua codes mencantumkannya.Artinya satu codes tidak lengkap mencamtum semua criteria. Oleh karena itu,saya cenderung membatasi diri pada satu-dua codes saja agar tidak bingung.Yang sering saya pakai adalah US Navy, karena setahu saya teman-temanpraktisi di Sigapore, Hongkong dan Taiwan mengacu pada code tsb.
Salam,
Chandra

Temporary Earth Retaining Structures

2009/3/9 edward hutapea :


Dear all,


Saya mau bertanya ttg deep excavation.. saat ini saya sedang kuliah di NTU Singapore. seorang Profesor mengatakan, di singapore, factor paling dominan dalam mendesain temporary earth retaining system (TERS) dalm banyak proyek deep excavation adalah "unwritten requirement" untuk memenuhi syaratwall deflection <= 0.5% kedalaman excavation. Requirement ini mengakibatkan "overly conservative design" dan dapt meningkatkan biaya construction secara drastis..


Bgm menurut pendapat rekan2 skalian? apa reasonable jika kita mendesaindg syarat wall deflection <= 0.5% kedalaman excavation?


Lalu bgm dg requirement bagi desain deep excavation d Indonesia?khususnya dalam konteks hubungan wall deflection dan kedalaman excavation..


Thanks,


Edward Hutapea> > +65 8408 6884 +62 812 144 1441



=======
Sent: Monday, March 09, 2009 1:02 PM


Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] temporary earth retaining system (TERS)


Pak Irawan ada komentar?


Sekedar informasi, pak Irawan telah mendisain puluhan deep diaphragm wall di Jakarta dan saya yakin juga di beberapa kota lain di Indonesia...Beliau adalah konsultan dg spesialisasi deep excavation for buildings (salah satunya)..


Salam,


HJ








In forum-geoteknik-indonesia@<mailto:forum-geoteknik-indonesia%40yahoogroups.com> <>yahoogroups.com,"Irawan Firmansyah" wrote:


Mas Edward,


Dua hal yg selalu saya syaratkan dalam mendesain temporary earth retaining structures dan tidak bisa ditawar-tawar yaitu:


- Dinding nya sendiri stabil dalam menahan tekanan tanah dan air


- Dasar galian stabil


Syarat2 yg lain bisa di kompromikan sesuai dengan kondisi lingkungan> sekitar, atau dicarikan pemecahannya contohya


- batasan defleksi dinding


- persyaratan terbenamnya toe retaining str pada tanah impervious , seperti yg umumnya dianut para engineer di Singapore


- batasan penurunan muka air tanah di surrounding area , dll


Persyaratan terbenamnya toe pada lapisan impervious pada awalnya ( sekitar pertengahan 1990 an) selalu saya penuhi, sesuai dengan saran rekan2engineer dari Singapore, sampai suatu saat saya menjumpai lokasi dimana lapisan impervious letaknya sangat dalam, dan harus berfikir yg lain.


Contoh hasil cara berfikir yg kaku, adalah salah satu gedung di kompleksBI di Jakarta, yg di desain oleh salah seorang tokoh terkenal, menggunakan retaining structure sedalam 40m untuk mengamankan galian sedalam 8m,dengan > alasan mengendalikan seepage..Ini menurut saya sesuatu yg sangatberlebihan.

Kembali kemasalah defleksi, saya pernah mengunjungi 2 proyek galian dalamdi > Singapore yg dekat dengan MRT, sehingga persyaratan defleksinya sangat ketat, karena itu digunakan 2 way wall to wall stut yg diberi gaya prestress. Dikedua proyek inidefleksi izin pasti jauh

Di Indonesia tidak ada peraturan yg membatasi besarnya defleksi, tetapi ada persyaratan bahwa desain kita tidak menyebabkan kerusakan pada bangunan disekeliling. Pada daerah yg padat saya biasanya membatasi defleksi maks sekitar 0.25% kedalaman galian. Pada bagian2 tertentu mungkin akan dilampaui. Untuk 3 lapis basement (kedalaman galian 12m) sekitar 35 mm. Untuk daerah yg agak lapang, tentunya persyaratan lebih diperlonggar.Nilai > 0.25% kedalaman galian ini sebenarnya saya ambil dari nilai tengah dari defleksi retaining structures dengan performance yg baik berdasarkan suatu makalah yg ditulis di ASCE Geotechnical Special Pub No 25

Yang paling kritis sebenarnya kalau disekitar daerah galian banyak bangunan-bangunan 2, 3, 4 lantai, seperti ruko2, dengan fondasi dangkal.

Mudah2 an sumbang saran ini berguna untuk mas Edward dan rekan2 yg lain.

Salam,

IF








_____ From: "Hendra Jitno" Date: Tue, 10 Mar 2009 10:45:53 -0000To: <forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com>

Subject: [forum-geoteknik-indonesia] Re: temporary earth retaining system(TERS)



Terima kasih pak Irawan atas sharing pengalamannya.

Sambil menunggu komentar pak Wayan Sengara yg juga sangat ahli dalam bidangini, saya juga ingin menyumbang opini, walaupun pengalaman saya terbatashanya pada cek disain saja tanpa ikut serta mengawasi konstruksinya, ataumengawasi konstruksi-nya tanpa terlibat disainnya.

Kembali ke pertanyaan yg diangkat Edu ttg reasonable tidaknya persyaratandefleksi maksimum 0.5%H (H=height of excavation), ada baiknya kitakembalikan ke kondisi lapangan spt yg pak Irawan sampaikan:

1. Bangunan sekelilingnya apa? kalau tak ada bangunan, 0.5%H mungkin terlaluketat.

2. Apa pondasi bangunan di sekelilingnya? tiang pancang? pondasi dangkal?

3. Banguan2 tsb dibuat dari apa? baja? beton bertulang? pasangan bata?

4. Jarak bangunan terdekat berapa? kalau jauh mah..(green field) tak usah pusing, selama struktur anda stabil thd gaya2 statik (lateral pressures dueto soil+water+contsruction loads dan adequate embedment depth), maka kemungkinan besar tak akan ada masalah.



Dari data2 lapangan yg ada, kita bisa assess dan analisa berapa defleksi maksimum yg bisa ditolerir oleh bangunan2 tsb.Panduan utk batasan defleksi ini misalnya dimuat pada Canadian Foundation Engineering Manual edisi 3, Table 12.3. Misalnya, maksimum slope (settlement/jarak) pada beberapa bangunan:

a. high continuous brick walls : 0.005 - 0.001

b. brick dwellings : 0.0030

c. reinforced concrete building frame : 0.0025 - 0.0040

d. continuous steel frame : 0.0020

e. simply supported steel frame : 0.0050

Tabel di atas berlaku utk pondasi dangkal.Tentunya bangunan tinggi denganpondasi dalam akan bisa mentolerir pergerakan permukaan tanah.Pendekatan inilah yang saya kira paling realistis tanpa harus terpaku pada criteria kaku 0.5%H defleksi maksimum.

Sebagaimana teman2 yg lain sudah ketahui, defleksi ini sangat terpengaruh oleh kondisi tanah, muka air tanah, tipe penahan tanah, dll. Tanah lempung,tanah pasir, padat atau lepas, dan lain2 akan menghasilkan defleksi ygberbeda utk beban yang sama.

Program2 spt PLAXIS atau WALLAP cukup handy dalam menangani masalah deepexcavation ini.Utk kasus2 yg lebih serius yg menyangkut bangunan2 kritis, program2 PLAXIS3Ddan FLAC3D mungkin dibutuhkan utk analisanya.


Pak Wayan? Your input plz.


Mudah2an bermanfaat.

Salam,HJ












On Behalf Ofwayansengara@...Sent: Tuesday, March 10, 2009 9:57 PM


Subject: Re: [forum-geoteknik-indonesia] Re: temporary earth retainingsystem (TERS)


Wah P Hendra memang persuasif nih shg sdh banyak komentar.

Sy ada pengalaman dan mendisain bbrapa galian dalam DWall+ground anchor 3-4 basement di Jkt..dgn menggunaka Plaxis 2D dgn construction sequence..

memang betul bhwa kriteria defleksi lateral sangat tgtung dari lingkungan sekitar..

kalau cukup jauh dari bangunan sekitar kita bisa alow deformasi yg lbih besar dari 0.5% asalkan dlm kondisi demikian besaran momen yg terjadi harus betul2 diprediksi dgn baik dan disediakan tulangan DWall yg mencukupi. Pengalaman saya besarnya deformasi lateral dan momen yg terjadi saling terkait dan berbagai kondisi pemodelan perlu diexercise spt misalnya asumsi fixed anchor(dlm spring model), node to node anchor (dlm continuum modeling), berbagai kondisi tekana air pori krtitis..dsb. Utk optimasi design ada bagusnya berbagai kondisi ini dicek..Pada kondisi ada bangunan yg sangat dekat maka kritetia deformasi yg mengontrol..besarnya nilai defotmasi ini sangat dikontrol oleh besarnya modulus (dan shear strength lapisan tanah (ini yg relatif sulit biasanya)..apalagi data soil testnya terbatas..Beberapa tantangan utkprediksi deformasi wall adalah modulus dlm kondisi lintasan tegangan lateral extension akan berbeda dgn axial compression...prilaku nonlinear tanah susah dimodelkan (maksudnya modelnya sih sdh ada dlm software spt hyperbolic,camclay, soft soil dsb.., tapi parameternya yg tdk ada/tdk mencukupi)..jadi prediksi deformasi wall kita biasanya meleset cukup jauh dari analisis..umumnya sih hasil analisis lebih besar dari pengamatan.tapi sekali lagi akan sangat ditentukan oleh banyak faktor tadi..Kalau sy sekarang ini prefer disain wall dgn continum model mnggunakan program spt Plaxis 2D dan 3D atau sejenisnya krn sumulasinya bisa lebih dekat dgn real condition..yah.tapi lebih rumit saja...


Sekian dulu mdh2n bermanfaat buat rekan2 milis FGI.


Salam,


IWS









--- In forum-geoteknik-indonesia@yahoogroups.com, "Y.P. Chandra" wrote:



Pak Wayan, saya ingat statement dosen saya Prof Ohta yang mengatakan, kalau kita bisa membuat equation yang menggambarkan trayek jatuhnya sebuah kertasyg kita lempar dari atas gedung, maka ilmu geoteknik kita bisa memprediksi segala bahaviour. Jadi memang demikianlah kalau anda dapatkan actual behaviour beda dengan theoretical prediction anda dari Plaxis. Dan saya rasa sampai kapanpun, perbadaan ini akan kita jumpai, kecuali kalau kita menggunakan perangkat komputer seperti yg digunakan oleh shuttle space dengan memasukkan segala macam parameter dan kemungkinan-kemungkinan. Tapi apa ini cost economical?

He..he.. Ini bukan mengatakan research lebih lanjut tidak perlu lho. Namun dalam praktek, menurut saya, lebih baik kita batasi menggunakan satu dua macam metode saja untuk analisa berbagai macam kasus lalu modifikasi parameter-parameter dengan fitting prediksi pada actual behaviour. Lama kelamaan sense kita akan muncul dan prediksi akan lebih akurat ketimbang terlalu sering pakai bermacam-macam metode untuk bermacam-macam kasus. Sense kita akan hilang kalau terlalu sering ganti-ganti metode. Bagaimanapun juga geoteknik ini kan sering disebut art dan itu yang disebut empirical bukan?Jadi memang butuh proses dan waktu dari pengalaman untuk melatih engineering judgment.



Salam,

Chandra

Wednesday, February 25, 2009

Metoda Keseimbangan Batas versus FLAC atau PLAXIS

Teman2 ysh,
Kemarin saya menulis tentang masalah stabilitas lereng pada suatu suatu kasus dimana tanah keras berada langsung dibawah lapisan tanah lunak, yang mengakibatkan potensi bidang runtuh tidak berbentuk circular lagi, tapi kombinasi antara circular (pada lapisan tanah lunak) dan planar (pada bidang sentuh antara tanah lunak dan tanah keras).
Tulisan ini masih juga mendiskusikan masalah kompatibiltas bidang runtuh dengan kekuatan tanah, tapi berkaitan dengan tanah lunak dan sangat lunak.
Kasus yang saya alami ini agak unik, karena bendungan yang akan dibangun terletak di atas tanah sangat lunak di bawah permukaan air danau sedalam 4m. Lokasinya di dekat kota Adelaide, Australia Selatan. Kuat geser tanahnya sekitar 1-3 kPa di permuakan tanah di dasar danau dan meningkat menjadi 25 kPa pada kedalaman 15m. Tanahnya berupa tanah liat dengan plastistias sedang dan tinggi. Data shear vane menunjukkan bahwa tanah tidak begitu sensitive sehingga pengaruh gangguan tanah tidak akan menurunkan kuat geser tanah terlalu banyak.
Analisa stabilitas dilakukan dengan Slope/w dan FLAC. Slope/w menggunakan metoda keseimbangan batas untuk menghitung factor keamanan, sedangkan FLAC (Fast Lagrangian Analysis of Continua) menghitung factor keamanan dengan metoda pengurangan kuat geser tanah (strength reduction method). Selain factor keamanan, FLAC (spt PLAXIS,) juga memberikan perkiraan deformasi bendung/lereng untuk setiap kasus yang ditinjau.
Pertanyaannya adalah : seberapa jauh kita bisa mempercayai hasil analisa Slope/w dalam kasus seperti ini? Terus terang saya tidak bisa mepercayai hasil analisa keseimbangan batas dalam kasus yang melibatkan tanah sangat lunak ini. Mengapa? Karena tanahnya sangat lunak, masalah deformasi bisa jadi lebih penting dari factor keamanan. Faktor keamanan 1.3 belum tentu memberikan deformasi yang memenuhi syarat karena mungkin deformasi yang terjadi terlalu besar. Faktor keamanan 0.90 belum tentu menyatakan bahwa lereng/bendung akan runtuh. Bisa saja factor keamanan ini menunjukan bahwa lereng akan bergerak dan akhirnya akan berhenti pada saat driving forces = resisting forces. Driving forces akan berkurang dengan bertambahnya deformasi (atau berkurangnya tinggi lereng/bendung). Dalam hal ini FLAc akan menghasilkan factor keamanan=1.0 untuk kasus dimana FOS=0.9 dari Slope/w. Kenapa? Karena FLAC bisa mengupdate geometry setiap terjadi pertambahan deformasi (turunnya tinggi bendung) sehingga lama kelamaan driving forces-nya akan sama dengan resisting forces.
Selain itu, untuk tanah seperti ini dimana kuat gesernya bertambah dengan bertambahnya kedalaman, potensi bidang runtuhnya juga tidak lagi circular dan cenderung kombinasi planar dan circular.
Untuk kasus2 seperti ini saya lebih mempercayai factor kemananan yang diperoleh oleh finite element (PLAXIS) atau finite difference method (FLAC) selama yang melakukan analisanya mengerti apa yang sedang dia lakukan. Hasil analisa keseimbangan batas hanya dipakai sebagai analisa awal untuk memperoleh geometry bendung yang memenuhi syarat. Analisa lebih lanjut dilakukan dengan metoda continuum mechanics dengan menggunakan program seperti PLAXIS atau FLAC.
Kesimpulan? Untuk kasus2 stabilitas lereng yang melibatkan tanah lunak, metoda analisa kesimbangan batas sebaiknya selalu dicek dengan metoda continuum mechanics spt PLAXIS atau FLAC.

Mudah2an bermanfaat.

Salam dari Brisbane yg lagi hujan terus menerus, basah dan dingin lagi,

HaJe

==============================
Re: [forum-geoteknik-indonesia] Metoda Keseimbangan Batas versus FLAC atau PLAXIS
Kang,
Kirain sudah mo mencalonkan diri jadi salah satu pejabat di Jabar/Banten or DKI karena pake nama HaJe.
Hehe..soalnya akronim kaya gini lagi trend digunakan oleh pasangan kandidat dalam berkampanye pasca kemenangan pasangat Dede Yusuf kemaren.

BTW, keep update kita dengan info2 menarik seputaran pengalaman geotek nya ya...sangat bermanfaat sekali.
Nuhun,

Tata

===================================
Re: [forum-geoteknik-indonesia] Metoda Keseimbangan Batas versus FLAC atau PLAXIS
Tata,
Belum tertarik utk terjun ke politik..too many "smart" people down there..I just do whatever I like..Mending begini lah jadi insyinyur saja..Gak usah urusan sama KPK..:-)..niat bener juga bisa jadi salah nantinya kalau udah ada orang yg dengki mah..

Insyaallah, akan saya coba share pengalaman2 saya yg terbatas ini dengan teman2 di milis ini..Feel free to ask or to argue with me..I will be more than happy to answer any questions related to my postings.

Salam,
Haje

Metoda Slope Stability - Yang mana yg harus dipakai?

Teman2 ysh,

Dengan banyaknya program analisa stabilitas lereng yg cukup canggih dan user friendly, masalah analisis stabilitas lereng tidaklah sesulit jaman saya masih kuliah, sekitar tahun akhir 70 dan awal 80-an. Saya masih ingat waktu saya diminta atasan saya waktu itu almarhum Dr Suhardjito Pradoto (semoga Allah memberikan ketenangan kepada beliau di alam sana) melakukan analisa stabilitas lereng utk salah satu proyeknya (hehe..yes..waktu itu dosen itb banyak proyeknya..mungkin spt sekarang juga..hehe), saya harus menunggu selama berjam-jam uk menyelesaikan satu kasus dengan hanya 200 potential failure surface. Saya lupa nama programnya tapi jelas masih pakai DOS dan printernya pakai dot matriks. Waktu itu boro2 mikir metoda apa yang paling tepat utk analisa (dan tentu saja waktu itu belum tahu bedanya metoda Bishop, Fellenius atau pun Spencer dll), utk melakukan analisa satu kasus pakai Bishop method saja sudah kesel nungguinnya.Lha sekarang, dengan berbagai macam software yg ada, kita bisa milih software mana yg paling kita suka dan metoda mana yg lebih akurat. Software favorit saya utk analisa stabilitas lereng adalah Slope/w karena program ini sangat user friendly, banyak pilihan model tanah, metoda analisis dan bisa digabung dengan seepage analysis dan deformasi kalau diperlukan. Metoda stabilitas yg sering saya pakai adalah Spencer atau Morgenstern and Price. Bishop cenderung lebih konservatif dan Fellenius cenderung salah utk kasus2 tertentu.
Problemnya sekarang adalah banyak yg tak mengerti metoda mana yg paling tepat dan berpikir bahwa apa yg diperoleh dari analisa adalah benar. Padahal hasil analisa tergantung dari input, termasuk :
- geometry
- soil parameters
- method of analysis : Spencer, Bishop etc
- pilihan potential failure surface- circular, block, atau composite,
- tipe tanah pondasinya : stiff, bedrock atau kah tanah lunak.

Minggu ini saya mereview salah satu laporan dari salah satu konsultan top di Australia ttg disain tailings dam. Tampaknya mereka termasuk dlm kategori pemakai (at least orang yg melakukan analisa stabilitas) yg menganggap bahwa apa yg diperoleh oleh program adalah benar tanpa memikirkan 'the real failure mechanism' yang mungkin terjadi di lapangan.
Type tanah dimana akan dibangun dam ini termasuk tanah liat lunak dengan undrained strength antara 25 – 50 kPa dan termasuk NC (Normally Consolidated). Ketebalan lapisan tanah lunak ini sekitar 5m. Di bawah lapisan ini adalah tanah asli dengan konsistensi keras (Stiff to very stiff) dengan undrained strength paling sedikit 100-150 kPa. Dalam salah satu kasus yg mereka laporkan, potential failure surface yg kritis menembus tanah yg stiff ini. Tentu saja factor keamanan yg didapat jadi cukup tinggi karena kontribusi kekuatan tanah pada lapisan keras ini. Kelihatannya mereka tidak memikirkan apakah mekanisma keruntuhan semacam ini bisa terjadi atau tidak di alam nyata. Dari kasus2 keruntuhan yg pernah saya lihat, keruntuhan sperti ini tidak pernah terjadi karena sebelum bidang runtuhnya menembus lapisan tanah keras, bidangnya akan membelok mengikuti lintasan yang paling lemah pada lapisan tanah lunak. Dengan demikian factor keamanan yg sebenarnya akan lebih rendah dari yang diperoleh oleh mereka.
Kesimpulan? Lihat baik2 hasil analisa stabilitas anda sebelum memutuskan bahwa bidang runtuh yg anda peroleh adalah yg paling kecil factor keamanannya.
Semoga bermanfaat dan have a nice week end.
Salam hangat dari Brisbane,

Haje

=====================================

Re: [forum-geoteknik-indonesia] Analisa Stabilitas Lereng
Terima kasih Kang Hendra atas pencerahannya,Paparan Kang Hendra membawa ingatan saya 9 tahun yang lalu. Saat itu saya baru mulai belajar slope/w dengan target menyelesaikan Tugas Akhir saya dalam 5 bulan ;). Selama itu, jam biologis saya geser 12 jam lebih cepat: siang hari tidur, malam hari kerja di kampus karena pake slope/w harus di ruang kerja dosen pembimbing. Sayangnya, sejak lulus tahun tersebut, saya tidak pernah lagi berhubungan dengan bidang ini ;(.Paparan ini juga mengingatkan rekan saya yg sedang menganalisa keruntuhan lereng akibat gempa baru-baru ini. Di mana, keruntuhan yg terjadi pada bidang interface antara 2 lapisan yg relatif berbeda ekstrim. Dalam hal ini, dia melihat faktor eksternal (hujan besar sebelumnya dan gempa) menjadi pemicu terjadinya keruntuhan tersebut.Seperti yg sering saya dengar, dalam penyelesaian kegeoteknikan memang bukan hanya mengandalkan perhitungan empirik dan penggunaan software yg canggih. Pengalaman engineer sangat menentukan dalam mengasimilasi berbagai informasi teknis termasuk karakteristik site untuk menjadikan solusi yang efektif dan efesien.Magang atau bekerja sama dengan engineer2 senior menjadi media yang tepat untuk transfer pengetahuan dan pengalaman di samping interaksi melalui forum milis ini. Semoga engineer2 kemaren sore seperti saya ini, punya kesempatan untuk selalu berinteraksi dengan engineer2 senior macam Kang Hendra.;)

Salam panas dari Tokyo,

Ruta
=====================

Ruta dan teman2 ysh,
Betul, pekerjaan geoteknik tidaklah semulus pekerjaan struktur, dimana material dan dimensi serta geometrynya bisa kita bikin spesifikasinya. Saya menemukan bhw dalam bidang geoteknik, selain dibutuhkan pengetahuan mengenai masalah yg kita hadapi, pengalaman dan judgment merupakan satu hal yg tidak boleh kita abaikan. Hehe..disitulah mengapa ilmu geoteknik ini menarik.
Apalagi kalau masalah yg kita hadapi sudah semakin tinggi kompleksitasnya seperti pengaruh hujan terhadap perlemahan tanah. Ditambah dengan beban gempa yg datang setelah hujan..wah semakin kompleks deh permasalahannya. Belum lagi kemungkinan adanya perlemahan lapisan tanah pada lereng alami yg ditinjau.
Kasus kelongsoran di cadas Pangeran dan di Gunung Salak beberapa tahun berselang adalah salah satu kasus klasik hilangnya sebagian kekuatan tanah akibat penjenuhan tanah (saturation) akibat hujan yg terus menerus. Banyak kasus2 lain yg ada di negeri kita tercinta tapi luput dari perhatian para praktisi geoteknik karena lokasinya jauh dan tidak ada dana utk memperlajari kelongsoran tsb.
Pemetaan tata-ruang utk menentukan daerah2 yg rawan longsor seharusnya melibatkan para praktisi geoteknik secara intensif, tidak hanya diserahkan para ahli geologi saja, yg kadang-kadang tidak mengerti mekanisma detail dari keruntuhan lereng yg terjadi karena seringkali para geolog melihat kasus2 kelongsoroan ini dari skala makro tipe tanah/batuan saja. Mudah2an pengamatan saya tidak benar.

Salam dari Brisbane yg lagi hujan dan dingin ..
HJ

Pseudostatic slope stability analysis (3). Do not rely on it. Why?

Teman2 ysh,
Sebagai kelanjutan dari tulisan saya terdahulu, dibawah ini proseduryg disarankan dalam analisa stabilitas dam/bendung yng dibangun diatastanah pondasi yg bisa terlikuifaksi:
1. Dapatkan data SPT, tipe tanah, atterberg limits (kalau ada, untukmengecek plastistias tanah lanau) serta gradasi tanah pasir yangbersangkutan sehigga kita bisa tahu berapa kadar lempung dan kadarlanaunya (fines content). Informasi ini dibutuhkan utk analisalikuifaksi cara Seed and Idriss.2. Dapatkan data ground water table atau phreatic surface.3. Cari informasi tentang design earthquake parameters, berupamagnitude gempa, peak ground acceleration (PGA). Sekalian juga kalauada time histories yg cocok utk daerah yang sedang kita tinjau.4. Dengan menggunakan geometry dam yang ada, lakukan analisalikuifaksi `simplified' cara Seed-Idriss, dengan menggunakan datatersebut di atas. Cara analisa ini dibahas dalam buku Kramer dammetoda yang paling up-to-date dibahas dalam artikel Youd et al. 2001(kalau enggak salah). Bagi yg tertarik dengan papernya silakan hubungisaya.5. Untuk proyek2 yang kritis, disarankan melakukan analisa propagasigelombang gempa dengan menggunakan program SHAKE untuk menghitungpengaruh stratifikasi tanah terhadap amplifikasi percepatan gempa.Biasanya analisa ini dilakukan dengan menggunakan tiga atau lebih timehistories of acceleration. Input gempa dan stratifikasi tanahberpengaruh kuat terhadap amplifikasi atau attenuasi percepatan gempadi permukaan. Harap dicatat, tanah lunak tidak selalu mengakibatkanamplifikasi percepatan gempa di permukaan. Utk gempa dengan frekwensitinggi dan amplitude yang kuat (gempa dengan sumber yang dekat), tanahlunak malah cenderung meredam percepatan gempa di permukaan. Sedangkanuntuk gempa dengan frekwensi gelombang yang rendah, tanah lunak bisamemperkuat gelombang gempa di permukaan karena efek resonansi.6. Kalau ternyata pondasi dam akan terlikuifaksi jika terkena bebangempa design, maka lakukan analisa stabilitas lereng denganmenggunakan residual strength pada tanah terlikuifaksi. Besar residualstrength bisa dihitung dengan metoda Stark-Mesri (konservatif) ataudengan cara yg terbaru dari Idriss-Boulanger.Faktor keamanan minimum untuk memenuhi syarat stabilitas adalah 1.1untuk beban gempa OBE (Operating Basis earthquake) dan 1.0 untuk MDE(Maximum Design Earthquake). Tergantung dari Hazard rating (tingkatbahaya) dari dam yang ditinjau, perioda ulang dari gempa MDE bisa 1000tahun atau bisa 10.000 tahun jika hazard ratingnya tinggi. Periodaulang dari gempa OBE utk dam biasanya diambil 500 tahun. Harapdicatat, percepatan gempa pada peta zonasi gempa di Indonesia biasanyadisiapkan untuk analisa beban gempa struktur bangunan, yang mempunyaiperioda ulang gempa disain yang tidak sama dengan OBE dan MDE utk dam.Utk struktur, perioda ulang yang dipakai biasanya hanya 100 atau 200tahun. Kalau enggak salah percepatan gempa yang ada di Peta ZonasiGempa adalah utk perioda ulang 100 th dengan faktor daktilitas 4(tolong koreksi jika saya salah). Teman2, ada yang bisa menambahkan dalam hal ini? Tx.
7. Kalau factor keamanan yang diperoleh ternyata lebih kecil dari yangdisyaratkan, hitung berapa deformasi dam akibat gempa. Perhitungandua-dimensi dapat dilakukan dengan menggunakan metoda total stressapproach atau effective stress approach. Kedua metoda in bisadilakukan dengan program FLAC dengan memasukan time history ofacceleration gempa untuk menghitung deformasi dam. Dengan cara totalstress, yang diperoleh hanya besaran deformasi saja. Sedangkan dengananalisa effective stress, selain menghasilkan besaran deformasi,perkembangan kenaikan tegangan air pori tanah juga dihitung. Jadidengan menggunakan metoda efektif stress, kita bisa juga tahu daerahmana saja yang akan terlikuifaksi (100% pore pressure increase) danmana yang tidak. Salah satu model effective stress ini adalah UBCSANDmodel, yang dikembangkan oleh Professor Byrne di University of BritishColumbia. Metoda ini telah kami coba untuk memprediksi deformasiakibat gempa di salah satu dam di Australia Selatan. Dari hasilanalisa tersebut, dapat diperlihatkan bahwa stone-column bisamemberikan efek perkuatan dan juga membantu mereduksi kenaikantegangan air pori akibat gempa, tergantung dari ukuran dan jarak stonecolumnnya.
Utk bendung2, tailings dams, atau bangunan tanah lain yang kritis,terutama yng punya konsekwensi tinggi (di bawahnya terletak pemukimanpenduduk) dan terletak di daerah dengan aktifitas gempa yang sangattinggi seperti Irian Jaya, Maluku, Aceh dan pesisir Barat Sumatra,sebaiknya dilakukan analisa dengan prosedur di atas.
Mudah2an bermanfaat.
Salam,
Haje

Pseudostatic slope stability analysis (2). Do not rely on it. Why?

Teman2 yang saya hormati,
Beberapa hari yang lalu saya menulis alasan mengapa pseudo-staticanalysis tidak tepat karena dua hal:
1. Kurang realistis dalam memodelkan beban gempa yg sifatnya
sementara (transient). Dengan mengaplikasikan beban gempa horizontal padaanalisa stabilitas, secara tidak langsung kita menganggap bahwabeban gempa bekerja> secara tetap pada slopes atau dam, padahal kenyataannya tidak.Beban gempa> juga bersifat bolak-balik dan bekerja tidak hanya satu arah saja. Banyak contoh dam yg dianalisa dengan metoda ini (terutama dam yg terbuat dari earth and rockfill) dan menghasilkan Faktor Keamanan < 1.0 ternyata tidak apa2, hanya menderita sedikit retak2 saja.
2. Tidak memasukkan pengaruh perilaku tanah, terutama jika melibatkan
tanah kepasiran yang jenuh, yang bisa kehilangan daya dukung dankekakuannya jika menerima beban gempa dengan intensitas tertentu, ataudisebut juga likuifaksi. Semakin lepas konsistensi tanahnya, semakin mudahtanah pasir itu kehilangan kekuatannya saat menderita beban gempa. Utk kasus2yang melibatkan tanah kepasiran jenuh, baik yg berada di badan bendung ataupun pada pondasi bendung, analisa pseudo-statik akan menghasilkanhasil yang tidak konservatif. Mengapa? Karena analisa pseudo-static akanmenghasilkan Faktor Kemananan yg lebih tinggi dari FK sebenarnya jika terjadilikuifaksi.
Salah satu contoh klasik kasus ini adalah Lower Fernando Dam yangmenderita kelongsoran hebat saat terkena gempa San Fernando 1971. Bagian upstream dam melorot sehingga hanya meninggalkan free-board setinggi sekitar1m. (Wuih.. untung enggak jebol juga..dibawahnya terletak pemukiman pendudukpadat yang saat itu masih terlelap tidur, jam 6 pagi bulan February, musim dingin lagi). Analisa pseudo-static memberikan FK lebih dari satu, yang mengindikasikan bahwa dam harusnya aman dan mampu menahan bebangempa. Kenyataannya? Longsor..

Prosedur yang lebih realistic adalah:
1. Lakukan identifikasi jika dam terbuat dari tanah atau berdiri
di atas pondasi tanah yang bisa terlikuifaksi (liquefiable) (terdiri dari tanah kepasiran-jenuh) jika diberi beban gempa rencana (dalam bentukPeak Ground Acceleration –PGA dan magnitude gempa, Mw). Kalau dam terbuat dari earth dan rockfill dams dan tidak terletak di atas pondasi yang liquefiable, maka lakukan analisa pseudo-statik analisis sebagai alat screening utk analisa berikutnya. Salah satu metoda pseudo-static yang biasa dipakai diUS dan Canada dan sekarang dipakai di Australia adalah metoda USACE,dimana seismic coefficient diambil sama dengan 50% dari PGA rencana, dan kekuatan tanah direduksi sebanyak 20% untuk memperhitungkan kehilangan sebgian kekuatan tanah akibat adanya goncangan tanah.
Sekali lagi saya katakanbahwa metoda ini HANYA merupakan screening method sebelum kita melakukananalisa lebih lanjut jika diperlukan. Syarat FK minimum dengan metoda iniadalah 1.0. Jika FK hasil analisa awal ini ternyata lebih besar dari satu, maka that's it. No more analysis required. Jika FK ternyata less than 1.0, maka hitung deformasi dam akibatgempa. Metoda yang biasa dipakai adalah metoda Makdisi-Seed (1978). Input yg dibutuhkan adalah hasil analisa stabilitas yang memperlihatkanpotensi bidang runtuh, PGA dan Gmax (dynamic stiffness atau sehar wavevelocity, utk menghitung perioda alami dam). Metoda ini dibahas dengan cukup detil dalam buku Slope Stability and Stabilization Methods – Abramson et al,1996.
Bagi yg berminat, silakan lihat bukunya di perpustakaan atau kirimemail ke saya. Selama deformasi akibat gempa ini kurang dari 0.5m, dam bisa dianggap aman. Kalau lebih? Maka dibutuhkan analisa dynamic analysis yglebih canggih dengan menggunakan FLAC atau program lain. Cek jika ada potensiretak2 yang bisa mengarah ke piping.
2. Kalau ternyata material dam terdiri dari tanah yang bisa terlikuifaksi, maka hal ini akan dibahas pada email berikutnya..:-)..Insyaallah..

Semoga bermanfaat dan feel free if anyone wants to add ..:-)..

Salam dari Brisbane yang mulai hangat.
HaJe

Pseudostatic slope stability analysis (1). Do not rely on it. Why?

Jaman baheula (pre-1980-an), sewaktu pengetahuan tentang perilaku tanah pada saat mengalami beban dinamik belum banyak dimengerti, para praktisi geoteknik biasanya melkukan analisa psedu-statik utk mengakses stabilitas suatu dam atau slopes dalam kondisi beban gempa. Yang diperlukan adalah seismic coefficient (kh), yang kadang2 diambil sesuai dengan Peak ground Acceleration (PGA) yang berlaku di site tersebut atau menggunakan kh dengan besaran tertentu sesuai peraturan yg ada di masing2 negara. Misalnya di Kanada (Bersemisnoi Dam), mereka memakai kh=0.1 dengan target factor keamanan (FK)1.25. Di Chile (Paloma dam), kh=0.12 to 0.2 dengan target FK=1.1 1.25.
Dalam salah satu papernya yg klasik, Seed (1979) menyarankan utk menggunakan kh=0.1 utk gempa dengan magnitude Mw=6.5 dan 0.15 utk gempa dengan Mw=8.25, dengan target FK=1.15. Tapi beliau menambahkan bahwa rekomendasi tsb biasanya "cukup". Beliau menyadari bahwa secara prinsip, menggunakan metoda pseudo-static untuk mengakses stabilitas suatu bendung pada saat menerima beban gempa, tidaklah realtistis. Karena beban gempa sifatnya transient atau sementara dan juga bolak-balik. Sifat2 tanah pada saat menerima beban gempa juga macam2, tergantung dari tipenya. Ada yang tahan goyangan (gak tahu bias tahan goyang Inul atau tidak..:-)..), ada yg digoyang sedikit saja langsung luluh lantak, kehilangan kekuatan ataupun kekakuannya.
Jadi gimana neh? Do not rely on pseudo-static analysis on assessing seismic stability of your dams or slopes or any geotechnical structures.
Cara yang benar bagaimana? Tunggu email berikutnya…hehe..:-)..
Salam sejahtera,
Haje.
Ref:
Seed, H.B. (1979)"Consideration in he earthquake resistant design of earth and rockfill dams," Geotechnique, 29, 215-263.