Sunday, June 23, 2013

Kriteria Faktor Keamanan untuk Pondasi Dalam

Ada pertanyaan menarik yg diungkapkan oleh salah seorang anggota milis FGI (Forum Geoteknik Indonesia: http://tech.groups.yahoo.com/group/forum-geoteknik-indonesia/). Ini adalah pertanyaan yg mendasar yg dimiliki oleh seseorang yang akan mendisain pondasi: 
  • ·        Apakah ada kriteria khusus untuk kriteria faktor kemanan (FK) pondasi dalam sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, Australian Standard, USACE, ataukah kita boleh menggunakan faktor keamanan yg disarankan dalam buku2 teks?
Jawabannya adalah tergantung dari besar proyek yang kita tangani? Lhoo kok gitu yaa..?
Hehehe..ini prinsip UUD mas..atau lebih tepatnya saya bilang UUB..Ujung Ujungnya Budget (UUB) juga..Mudah2an budget ini tidak harus melewati Badan Anggaran di DPR yg katanya sangat kuat memegang prinsip UUD ini ( :-(..). 
Back to lap top, begini mas, budget yang saya maksud adalah:
  • ·        Berapa uang yg tersedia utk melakukan investigasi tanah?
  • ·        Berapa yg tersedia utk mendisain pondasi dg menggunakan metoda pemodelan numeric?
  • ·        Berapa budget yang tersedia utk melakukan test konfirmasi daya dukung setelah pondasinya terpancang atau terpasang di lapangan?
  • ·        Test macam apa yg akan dilakukan?
  • ·        Apakah test static ataukah dinamik?
  • ·        Dilakukan backanalysis daya dukung atau tidak?


Kalau utk disain pondasi dangkal utk beban yg tidak sensitive terhadap penurunan, factor keamanan 3 utk daya dukung biasanya sudah mencukupi. Tapi bagimana halnya utk pondasi dalam untuk mendukung gedung 50 lantai yg dibangun di atas tanah lempung Bandung atau Jakarta misalnya? Atau untuk pondasi tiang pancang dermaga di atas tanah lunak misalnya?
Maka disini akan ada tarik menarik kepentingan antara disainer dan pemilik proyek. Disainer akan meminta budget untuk:
  • ·        melakukan investigasi tanah yg komplit mulai dari test SPT,
  • ·        laboratory test utk banyak sampel yg didapat dari lapangan termasuk test Triaxial CU, konsolidasi, permebailitas dll,
  • ·        test geofisik untuk menghitung shear wave velocity tanah yg akan digunakan utk analisa dinamik, test pressuremeter utk menghitung modulus tanah di lapangan untuk memperkirakan deformasi undrained (seketika) pada saat gedung dibangun,
  • ·        untuk memodelkan perilaku bangunan saat dibangun (dalam bentuk deformasi lateral dan vertikal) untuk mengetahui pengaruh penurunan muka air tanah dan perilaku jangka panjangnya serta pengaruhnya ke bangunan sekitar,
  • ·        akan menggunakan angka keamanan terhadap daya dukung yg sebesar mungkin yg masih masuk akal,
  • ·        akan menggunakan nilai kuat geser terendah yg diperoleh dari hasil investigasi tanah, dan
  • ·        akan menggunakan kombinasi beban terjelek yg mungkin terjadi untuk mendisain dimensi pondasi yang ada.


Pemilik yg cerdas akan mencoba mereview semua asumsi yang dilakukan oleh perencana dengan melakukan third party reviewer sehingga pemilik bisa meyakinkan bahwa disain yg dibuat memenuhi persyaratan kemanan tapi juga cost effective. Tentu saja third party reviewer ini harus mempunyai kualitas yg lebih baik dari perencana dan lebih tahu perilaku bangunan jangka pendek atau jangka panjangnya shg kalau perencanaannya terlalu konservatif, sang reviewer bisa menyampaikan hal tsb kepada pemilik agar dialakukan Value Engineering untuk mengoptimalkan perencanaan yang ada.
Untuk menghindari tarik menarik kepentingan sperti itu, maka ada baiknya pemilik menentukan standard apa yg harus diikuti dalam perencanaan pondasi tsb. Dengan mengikuti standard tertentu, maka ada syarat minimum test yg dilakukan untuk mengadopsi besaran factor keamanan tertentu.
Misalnya, berdasarkan Australian Standard 2159-09, penentuan factor keamanan tergantung dari individual risk rating (IRR) dari pondasi dalam yang didisain, yang tergantung dari beberapa hal sbb:
  • -        kondisi geoteknik lapangan: misalnya tanahnya cukup kompleks atau tidak; jumlah investigasi tanahnya lengkap ataukah tidak, dll;
  • -        pengalaman perencana-nya
  • -        pengalaman pelaksana konstruksi pondasi, yg tergantung dari metoda yg dipakai, quality control, dll.


Gabungan hal hal di atas akan menentukan IRR spt di bawah ini:
Tabel 1. Individual Risk rating (AS 2159).
Risk Level
Individual risk rating (IRR)
Very low
1
Low
2
Moderate
3
High
4
Very High
5

Tabel 2. Basic Geotechnical Strength Reduction Factor (SRF) for Average Risk rating (AS 2159)

Range of average risk rating (ARR)
Overall risk category
SRF for low redundancy systems
SRF for high redundancy systems
<=1.5
Very Low
0.67 (FS=1.5)
0.76 (FK=1.30)
1.5 -2..0
Very low to Low
0.61
0.70
2.0-2.5
Low
0.56
0.64
2.5-3.0
Low to Moderate
0.52
0.60
3.0-3.5
Moderate
0.48
0.56
3.5-4.0
Moderate to high
0.45
0.53
4.0-4.5
High
0.42
0.50 (FK=2.0)
4.5<
Very high
0.40 (FK=2.5)
0.47

Nilai IRR yg kecil menunjukkan resiko yang kecil, dan artinya perencana bisa menggunakan faktor keamanan (FK) yang relatif kecil atau dalam istilah Australian Standard ‘Strength Reduction factor’ yg besar. (Catatan : Strength reduction = 1/FK). Misalnya kalau risk ratingnya 1 atau very low, misalnya membuat pondasi gardu hansip (J..) atau bus shelter dengan beban yang ringan, perencana boleh menggunakan SRF=0.67 atau FK=1.5. Faktor kemanan ini bisa dioptimumkan lagi jika dilakukan test tertentu yg bisa memberikan perkiraan daya dukung yang akurat.
Hanya harap dicatat, ini hanya strength reduction factor untuk geotechnical design, ada lagi syarat serviceability yg mensyaratkan besarnya maksimum penurunan yg bisa ditolerir, dan juga durability utk pondasi tiang pancang di dermaga atau daerah yg sering terkena pasang surut misalnya.
Jadi untuk proyek2 yang besar, kalau memang ingin mendapatkan disain pondasi yg optimum, saya sarankan untuk menggunakan perencana yg berpengalaman, atau pakai third party reviewer yg handal shg bisa mereview disian yang ada untuk mencapai disain yg optimum.
Sekedar sumbang pendapat saja, mudah2an bermanfaat.


Perth, Ahad, 23 Jun 2013.

6 comments:

  1. salam knal pak hendra, bagaiman pendapat bpk tentang faktor keamanan yang disarankan oleh (reese & o'neill 1989) dlm buku H. C hardiyatmo 2006: 123

    apakah FK tersebut dapat digunakan pada formula statis maupun dinami??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haduh..punten saya enggak punya bukunya mas/mbak..bisa disebutkan disini agar bisa saya simak?
      Salam,

      Delete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. Hallo pak Hendra,
    Bagaimana kabar? Masih ingat pernah ke Mercubuana?

    Menarik sekali tentang penjelasannya.
    Terkait dengan IRR ini, apakah bisa diartikan FK akibat beban kombinasi gempa bisa dibedakan dengan FK akibat kombinasi beban tetap saja?
    Terima kasih.

    ReplyDelete
  4. Hello mbak Resmi..Alhamdulillah baik baik saja mbak..Iya pasti mbak, akan selalu ingat ke Mercubuana mah..:-)..
    Terkait IRR ini, FK akibat beban kombinasi gempa(dinamik) bisa dibedakan thd kombinasi beban statik.
    Bahkan menurut AS2159:
    "Unless otherwise specified, earthquake serviceability actions need not be taken into account". Barangkali karena hal ini sdh terkover dlm FK statik loading.

    ReplyDelete