Sunday, September 19, 2010

Ambruknya Ruas Jalan RE Martadinata-Jakarta Utara















Ruas jalan sepanjang 103m di Jl RE Martadinata, di samping Waduk Pompa Air Tanjung Priuk ambruk pada tanggal 16 September 2010 dini hari antara jam 3 dan 4 pagi. Foto 1 memperlihatkan lokasi ambruknya jalan (kira2 saja– I’ve never been to the actual site).

Pengamatan dari foto-foto lapangan (lewat internet):

  1. Dari informasi yg ada tampaknya ruas jalan tsb tidak dibangun diatas tiang pancang(lihat Foto 2);
  2. Ruas jalan longsor dalam waktu yg relative cepat (rapid failure), mengindikasikan bahwa kuat geser tanah berperilaku strain softening (semakin lemah dengan bertambahnya deformasi), yg biasa terjadi pada soft clay atau sensitive clays.
  3. Longsoran terjadi sekitar jam 3 dan 4 pagi, dimana pada saat itu muka air laut pada elevasi terendah. Lihat http://www.myforecast.com/bin/tide.m?city=63793&metric=false&tideLocationID=T2348.
  4. Muka sungai tampak tenang dan tidak terpengaruh ombak laut pantai yg menggerus. Lihat foto, berari erusan akibat ombak kemungkinannya kecil.
  5. Lokasi terletak di pinggir laut yg kemungkinan besar airnya bersifat payau atau mungkin asin. Berarti airnya sudah asin sejak dulu.

Beberapa teori tentang penyebab ambruknya ruas jalan ini termasuk penyebab yg dirangkum dari media adalah sebagai berikut:

  1. Akibat intrusi air laut.
  2. Akibat abrasi/erosi air laut – (Kementrian PU, Iman Sadisun – Geologi ITB);
  3. Kegagalan daya dukung tanah/pondasi.
  4. Muka air sungai yg sering tinggi karena curah hujan yang tinggi.
  5. Kegagalan struktur.

Mari kita lihat probabilitias penyebab ini satu per-satu:

  1. Akibat intrusi air laut:

Intrusi air laut terjadi jika muka air tanah (fresh water) lebih rendah daripada muka air laut sehingga air laut merembes masuk karena tekanan hidrolisnya (berat jenisnya) yang lebih tinggi. Walaupun intrusi air laut ini memang terjadi di Jakarta utara, pengaruhnya terhadap kuat geser tanah hampir tidak ada. Mengapa? Sebelum terjadi instrusi air laut, tanah dibawah ruas jalan ini selalu jenuh, dan sesudah instrusi terjadi, kondisi tanah pun tidak berbeda. Memang ada pengurangan tegangan efektif tanah karena buoyancy effect dari air laut lebih besar sebanyak 3 persen dibandungkan air laut (Berat jenis air laut=1.03). Dengan kata lain ada penurunan tegangan efektif sebanyak 3 persen, yg berarti penurunan kuat geser sebanyak 3 persen, suatu perubahan yg relative kecil dalam bidang geoteknik dan bisa diabaikan.

  1. Akibat abrasi/erosi air laut.

Erosi air laut bisa menggerus bagian kaki (toe) timbunan yang berfungsi utk bekerja menjaga keseimbangan timbunan. Dari informasi yg terkumpul, dapat disimpulkan bahwa ruas jalan ini bertumpu pada timbunan tanpa ada perkuatan tiang pancang sama sekali. Dengan adanya gerusan bagian toe ini, maka terjadi pengurangan tekanan pasif sehingga tekanan aktif (berat timbunan – driving forces) menjadi lebih besar dibanding tekanan pasifnya. Akibatnya, factor keamanan terhadap stabilitas timbunan menjadi kurang dari satu. Artinya? Timbunan akan longsor karena tidak stabil.

Penyebab terjadinya abrasi? karena gelombang laut? kemungkinan kecil karena terlihat di foto air sungai tampak tenang. Karena derdging? I dunno. Karena arus sungai di belokan? Mungkin, tapi ini di luar bidang keahlian saya.

  1. Kegagalan daya dukung tanah/pondasi.

Kegagalan daya dukung ini bisa disebabkan karena berbagai hal:

  1. Pengurangan daya dukung tanah akibat perubahan geometri timbunan tanah akibat erosi/abrasi;
  2. Pengurangan daya dukung tanah akibat beban cyclic kendaraan yg melintas di atasnya selama 20-th sebelumnya. Fenomena ini hanya terjadi pada soft clay;
  3. Pengurangan daya dukung akibat berkurangnya tekanan air di bagian kaki timbunan saat permukaan air laut pada elevasi terendah (low-tide).
  4. Beban cyclic pasang surut air, menyebabkan tanah2 pasir dan lanau ikut terbawa saat air surut, yg mengakibatkan rongga dibawah ruas jalan. Ini sangat lumrah terjadi di pelabuhan2.
  5. adanya tanah lunak di bawah ruas jalan ini, yang memberikan stabilitas timbunan yg marginal sejak jalan ini dibangun. Akibatnya akan terjadi pergerakan perlahan (creeping) akibat tingginya tegangan geser yg bekerja pada pondasi tanah. Ini pernah terjadi pada salah satu proyek pelabuhan yg saya tangani di Queensland, dimana pier-nya bergerak dan mengakibatkan keretakan yg cukup parah pada deck pelabuhan.

Kombinasi ke-5 hal tsb diatas menyebabkan berkurangnya angka faktor keamanan terhadap longsor.

Kenapa tidak terjadi siang hari saat air pasang? Karena saat itu factor keamanannya (FK) thd stabilitas> satu dengan adanya tekanan air di kaki timbunan.

Kenapa baru terjadi sekarang? Dulu geometry kaki timbunan tidak separah sekarang dan masih memberikan FK>1. Pengaruh erosi sungai (apapun penyebabnya) belum separah sekarang.

Selain itu, sebelumnya, sekalipun faktor keamanan thd kelongsorannya sangat minim (sekitar 1.00), belum terjadi pergerakan yg banyak. Kalau teori saya ttg creeping ini benar, maka selama kira2 dua puluh tahun sebelumnya, timbunan ini mengalami pergerakan yg perlahan dan karena tanah lunak ini biasanya strain-softening (semakin lemah dengan semakin besarnya deformasi), maka setelah mencapai puncak kuat gesernya, dia akan kehilangan kuat geser dan pergerakannya akan semakin cepat dan bisa runtuh secara cepat (rapid failure) juga, spt yg terjadi di lokasi ini.

  1. Muka air sungai yg sering tinggi karena curah hujan yang tinggi.

Pengaruhnya sama dengan pasang surut air laut.

  1. Kegagalan struktur.

Tampaknya perkerasan jalannya hanya didisain utk menahan beban traffic dan bukan utk menahan beban geoteknik, sehingga saat timbunan dibawahnya longsor, perkerasan betonnya ikut longsor.

Penyebab2 lain seperti:

  1. pengaruh penurunan akibat pemompaan air tanah yg berlebihan;
  2. kehilangan suction akibat intrusi air laut;
  3. pengurangan daya dukung tanah akibat reaksi kimia dengan garam laut;
  4. akibat gempa;

menurut pendapat saya tidak relevan utk kasus ini dan terlalu dipaksakan. No offense.

Rangkuman:

Penyebab longsornya jalan kemungkinan besar adalah kombinasi tergerusnya kaki timbunan, pengaruh pengurangan daya dukung tanah akibat beban traffic, adanya lapisan tanah lunak di bawah ruas jalan ini, dan akibat pasang surut air.

Kemungkinan mekanisma keruntuhan longsor ini di tempat lain di ruas jalan sepanjang Martadinata cukup besar dan sudah seharusnya tim geoteknik yg handal (siapapun itu) harus dilibatkan dalam menangani kasus ini.

Rekomedasi:

  1. lakukan bathymetric survey di daerah longsor utk mengetahui geometry timbunan jalan sesudah longsor dan juga di daerah yg tidak longsor;
  2. lakukan penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium; SPT dan sampling;
  3. di lab; lakukan kuat geser tanah triaxial dan simple shear kalau ada. Kalau tak ada simple shear, pakai direct shear dengan beberapa vertikal stress. TX test dilakukan dengan melakukan TX CU utk beberapa tegangan effektif yg bisa terjadi di lapangan. Kalau perlu, lakukan teknik SHANSEP utk meminimumkan oengaruh gangguan tanah. Lakukan test kuat geser sampai mencapai regangan geer 15% utk mengetahui apakah tanahnya berperilaku 'strain softeing' atau tidak. Gunaka test UU (unconsolidated undrained) dg rate of strain yg cukup cepat utk mengetahui ini, dilakukan pada tegangan efektif yg mirip dg tegangan efektif tanah lunak di lapangan.
  4. lakukan analisis geoteknik (LEA) dengan memperhitungkan pasang surut air laut utk pre-falure geometry dan post-failure geomtery utk menghitung kuat geser tanah;
  5. lakukan analisis geoteknik (FEA) menggunakan strain softening materials.
  6. pasang instrumentasi geoteknik spt inclinometer utk ruas2 jalan di sepanjang jalan itu yg diperkirakan kritis, dan lakukan pengamatan periodik, setiap minggu, 2 minggu atau tiap bulan tergantung dari hasil pengamatan beberapa minggu pertama. Kalau ternyata ada pergerakan, naikan frekwensi pengamatan shg bisa diketahui displacement rate-nya per minggu. dari sini bisa di-assess apakah perlu dilakukan perkuatan atau tidak.
  7. Utk mengetahui risiko keruntuhan ruas jalan lainnya, lakukan risk assessment dengan metoda quantitative utk tiap 100-m ruas jalan. Agar risk assessment ini mempunyai arti, lakukan juga penyelidikan tanah di setiap 100-m ruas jalan, paling tidak ada dua titik boring utk menentukan profil geoteknik di bawah ruas jalan ini. Juga lakukan analisis LE utk mengetahui faktor kemananannya thd keruntuhan.

Sebagai perbandingan, sekitar dua-tiga tahun yg lalu pernah terjadi di Brisbane, salah satu ruas jalan Free-way ke kota ditutup selama 7 hari karena ditemukan retakan rambut di salah satu ruas jembatan layang dekat jalan masuk ke kota. Retakan rambut ini ditemukan pada inspeksi rutin tahunan utk memeriksa servicibiltas jalan2 yg ada, terutama jalan2 yg kritis dan berisiko tinggi jika ambruk. Retakan ini terdeteksi dan langsung diperbaiki dan dianalisis sampai yakin bahwa ruas jalan ini masih aman utk dipakai.

Seharusnya pemerintah kita atau para pengelola jalan tol juga melakukan hal yg sama utk mealkukan inspeksi rutin thd servicebilitas jalan2 ini terutama jalan2 layang dengan beban2 berat. Semua potensi kegagalan jembatan.jalan harus ditinjau, naik itu kegagalan struktur atau kegagalan geoteknik.

my two cents,

Salam,

Hendra Jitno, PhD., CPEng, FIEAust, NPER

12 comments:

  1. ijin share di blog saya ya pak ^^b

    aris rinaldi
    http://arishms.com

    ReplyDelete
  2. Gw jg minta izin ngeshare di group bbm gw ya pak.

    ReplyDelete
  3. wah mantap nich pak... klo ada YM atau contact bisa share diskusi nich...
    thanks ilmunya...

    ReplyDelete
  4. Terima kasih mas Hasan,
    kalau anda tertarik dg bidang geoteknik, silakan gabung di milis Forum Geoteknik Indonesia dg mengirim email kosong:
    forum-geoteknik-indonesia-subscribe@yahoogroups.com

    salam,
    haje

    ReplyDelete
  5. Izin numpang share juga Bos HaJe..
    =)
    Ditunggu kuliah umumnya lagi Bos..

    ReplyDelete
  6. Pak HaJe yth, saya mohon izin share ya..

    ReplyDelete
  7. From skyscrapercity Indonesia, I would like to say, good writing and analysis sir. Four thumbs up. cheers

    ReplyDelete
  8. Analisa yg mantap Pak. :D

    Sy ingin bertanya lbh lanjut:

    1. Tentang "Pengurangan daya dukung tanah akibat beban cyclic kendaraan". Bukankah dlm teori kompaksi (baik utk tanah granular maupun cohesive), semakin banyak jumlah lintasan pemadat (beban cyclic), semakin padat tanahnya --> semakin tinggi pula daya dukung tanahnya.

    2. Tentang "strain softening". Menurut yg sy tau, strain softening terjadi setelah regangan sdh melewati puncak tegangan (pd kurva tegangan-regangan tanah yg umum). Sy cuma berandai-andai:

    a) Kalo memang beban yg diterima tanah (perkerasan + lalu lintas) sdh melebihi puncak tegangan dari awal, mengapa keruntuhan tdk terjadi segera sesudah jalan dioperasikan?

    b) Kalo beban yg diterima msh dibawah puncak tegangan pada awal pengoperasian jalan, berarti ada tambahan tegangan yg lain yg mengakibatkan tanah dasar mencapai atau melewati puncak tegangannya. Dalam bentuk apakah tambahan tegangan tersebut? Apakah krn perubahan geometri dasar tanah (gerusan dll)?

    c) Adakah teori lain ttg strain softening ini ?

    Mohon penjelasannya, kalo ada pemahaman sy yg keliru mohon dikoreksi, dan mohon referensi2 yg bisa didownload gratis :p

    Terima kasih! :D

    ReplyDelete
  9. saya tertarik juga dengan post diatas. saya orang awam tentang ilmu geoteknik, tapi pengen sumbang-sumbang aja. Apakah dulu dalam pembangunan ruas jalan itu tidak diteliti secara detail dan kemungkinan yang terjadi jika ambruk. Kalau dilihat dari daerahnya kan struktur tanah terletak di tanah yang saya kira labil. dalam artian saya, tanah yang bergerak atau tanah yang mudah amblas. trims

    ReplyDelete
  10. saya tertarik dengan ulasannya. Saya setuju dengan analisis pengaruh pasang surut karena dari data yang saya peroleh sekitar pantai utara Jakarta merupakan endapan aluvial bersumber batuan volkanik yg punya sifat fisik & mekanik sangat lemah dengan SPT 0-7 di kedlman sd 13 m dengan dominasi ukuran lanau/silt lepas. Saya lebih cenderung terjadi erosi pada lapisan tanah tersebut (fluid-granular soil system).
    Sering teman-teman civil eng. kurang memperhatikan mekanisme sedimentasi di daerah pantai sehingga lapisan-lapisan di bawah (sub surface) yang interfingering tidak terdeteksi dgn baik yang menyebabkan penempatan fondasi kurang proporsional.
    tq

    Viano Monzano

    ReplyDelete