Wednesday, February 25, 2009

Metoda Slope Stability - Yang mana yg harus dipakai?

Teman2 ysh,

Dengan banyaknya program analisa stabilitas lereng yg cukup canggih dan user friendly, masalah analisis stabilitas lereng tidaklah sesulit jaman saya masih kuliah, sekitar tahun akhir 70 dan awal 80-an. Saya masih ingat waktu saya diminta atasan saya waktu itu almarhum Dr Suhardjito Pradoto (semoga Allah memberikan ketenangan kepada beliau di alam sana) melakukan analisa stabilitas lereng utk salah satu proyeknya (hehe..yes..waktu itu dosen itb banyak proyeknya..mungkin spt sekarang juga..hehe), saya harus menunggu selama berjam-jam uk menyelesaikan satu kasus dengan hanya 200 potential failure surface. Saya lupa nama programnya tapi jelas masih pakai DOS dan printernya pakai dot matriks. Waktu itu boro2 mikir metoda apa yang paling tepat utk analisa (dan tentu saja waktu itu belum tahu bedanya metoda Bishop, Fellenius atau pun Spencer dll), utk melakukan analisa satu kasus pakai Bishop method saja sudah kesel nungguinnya.Lha sekarang, dengan berbagai macam software yg ada, kita bisa milih software mana yg paling kita suka dan metoda mana yg lebih akurat. Software favorit saya utk analisa stabilitas lereng adalah Slope/w karena program ini sangat user friendly, banyak pilihan model tanah, metoda analisis dan bisa digabung dengan seepage analysis dan deformasi kalau diperlukan. Metoda stabilitas yg sering saya pakai adalah Spencer atau Morgenstern and Price. Bishop cenderung lebih konservatif dan Fellenius cenderung salah utk kasus2 tertentu.
Problemnya sekarang adalah banyak yg tak mengerti metoda mana yg paling tepat dan berpikir bahwa apa yg diperoleh dari analisa adalah benar. Padahal hasil analisa tergantung dari input, termasuk :
- geometry
- soil parameters
- method of analysis : Spencer, Bishop etc
- pilihan potential failure surface- circular, block, atau composite,
- tipe tanah pondasinya : stiff, bedrock atau kah tanah lunak.

Minggu ini saya mereview salah satu laporan dari salah satu konsultan top di Australia ttg disain tailings dam. Tampaknya mereka termasuk dlm kategori pemakai (at least orang yg melakukan analisa stabilitas) yg menganggap bahwa apa yg diperoleh oleh program adalah benar tanpa memikirkan 'the real failure mechanism' yang mungkin terjadi di lapangan.
Type tanah dimana akan dibangun dam ini termasuk tanah liat lunak dengan undrained strength antara 25 – 50 kPa dan termasuk NC (Normally Consolidated). Ketebalan lapisan tanah lunak ini sekitar 5m. Di bawah lapisan ini adalah tanah asli dengan konsistensi keras (Stiff to very stiff) dengan undrained strength paling sedikit 100-150 kPa. Dalam salah satu kasus yg mereka laporkan, potential failure surface yg kritis menembus tanah yg stiff ini. Tentu saja factor keamanan yg didapat jadi cukup tinggi karena kontribusi kekuatan tanah pada lapisan keras ini. Kelihatannya mereka tidak memikirkan apakah mekanisma keruntuhan semacam ini bisa terjadi atau tidak di alam nyata. Dari kasus2 keruntuhan yg pernah saya lihat, keruntuhan sperti ini tidak pernah terjadi karena sebelum bidang runtuhnya menembus lapisan tanah keras, bidangnya akan membelok mengikuti lintasan yang paling lemah pada lapisan tanah lunak. Dengan demikian factor keamanan yg sebenarnya akan lebih rendah dari yang diperoleh oleh mereka.
Kesimpulan? Lihat baik2 hasil analisa stabilitas anda sebelum memutuskan bahwa bidang runtuh yg anda peroleh adalah yg paling kecil factor keamanannya.
Semoga bermanfaat dan have a nice week end.
Salam hangat dari Brisbane,

Haje

=====================================

Re: [forum-geoteknik-indonesia] Analisa Stabilitas Lereng
Terima kasih Kang Hendra atas pencerahannya,Paparan Kang Hendra membawa ingatan saya 9 tahun yang lalu. Saat itu saya baru mulai belajar slope/w dengan target menyelesaikan Tugas Akhir saya dalam 5 bulan ;). Selama itu, jam biologis saya geser 12 jam lebih cepat: siang hari tidur, malam hari kerja di kampus karena pake slope/w harus di ruang kerja dosen pembimbing. Sayangnya, sejak lulus tahun tersebut, saya tidak pernah lagi berhubungan dengan bidang ini ;(.Paparan ini juga mengingatkan rekan saya yg sedang menganalisa keruntuhan lereng akibat gempa baru-baru ini. Di mana, keruntuhan yg terjadi pada bidang interface antara 2 lapisan yg relatif berbeda ekstrim. Dalam hal ini, dia melihat faktor eksternal (hujan besar sebelumnya dan gempa) menjadi pemicu terjadinya keruntuhan tersebut.Seperti yg sering saya dengar, dalam penyelesaian kegeoteknikan memang bukan hanya mengandalkan perhitungan empirik dan penggunaan software yg canggih. Pengalaman engineer sangat menentukan dalam mengasimilasi berbagai informasi teknis termasuk karakteristik site untuk menjadikan solusi yang efektif dan efesien.Magang atau bekerja sama dengan engineer2 senior menjadi media yang tepat untuk transfer pengetahuan dan pengalaman di samping interaksi melalui forum milis ini. Semoga engineer2 kemaren sore seperti saya ini, punya kesempatan untuk selalu berinteraksi dengan engineer2 senior macam Kang Hendra.;)

Salam panas dari Tokyo,

Ruta
=====================

Ruta dan teman2 ysh,
Betul, pekerjaan geoteknik tidaklah semulus pekerjaan struktur, dimana material dan dimensi serta geometrynya bisa kita bikin spesifikasinya. Saya menemukan bhw dalam bidang geoteknik, selain dibutuhkan pengetahuan mengenai masalah yg kita hadapi, pengalaman dan judgment merupakan satu hal yg tidak boleh kita abaikan. Hehe..disitulah mengapa ilmu geoteknik ini menarik.
Apalagi kalau masalah yg kita hadapi sudah semakin tinggi kompleksitasnya seperti pengaruh hujan terhadap perlemahan tanah. Ditambah dengan beban gempa yg datang setelah hujan..wah semakin kompleks deh permasalahannya. Belum lagi kemungkinan adanya perlemahan lapisan tanah pada lereng alami yg ditinjau.
Kasus kelongsoran di cadas Pangeran dan di Gunung Salak beberapa tahun berselang adalah salah satu kasus klasik hilangnya sebagian kekuatan tanah akibat penjenuhan tanah (saturation) akibat hujan yg terus menerus. Banyak kasus2 lain yg ada di negeri kita tercinta tapi luput dari perhatian para praktisi geoteknik karena lokasinya jauh dan tidak ada dana utk memperlajari kelongsoran tsb.
Pemetaan tata-ruang utk menentukan daerah2 yg rawan longsor seharusnya melibatkan para praktisi geoteknik secara intensif, tidak hanya diserahkan para ahli geologi saja, yg kadang-kadang tidak mengerti mekanisma detail dari keruntuhan lereng yg terjadi karena seringkali para geolog melihat kasus2 kelongsoroan ini dari skala makro tipe tanah/batuan saja. Mudah2an pengamatan saya tidak benar.

Salam dari Brisbane yg lagi hujan dan dingin ..
HJ

1 comment:

  1. Assalamualaikum Wr. Wb.
    Kang hendra, saya ingin gabung dengan forom geoteknik ini.
    untuk perkenalan cukup sekian dulu, komen geotekniknya menyusul. Hatur nuhun

    ReplyDelete