Teman2 ysh,
Kemarin saya menulis tentang masalah stabilitas lereng pada suatu suatu kasus dimana tanah keras berada langsung dibawah lapisan tanah lunak, yang mengakibatkan potensi bidang runtuh tidak berbentuk circular lagi, tapi kombinasi antara circular (pada lapisan tanah lunak) dan planar (pada bidang sentuh antara tanah lunak dan tanah keras).
Tulisan ini masih juga mendiskusikan masalah kompatibiltas bidang runtuh dengan kekuatan tanah, tapi berkaitan dengan tanah lunak dan sangat lunak.
Kasus yang saya alami ini agak unik, karena bendungan yang akan dibangun terletak di atas tanah sangat lunak di bawah permukaan air danau sedalam 4m. Lokasinya di dekat kota Adelaide, Australia Selatan. Kuat geser tanahnya sekitar 1-3 kPa di permuakan tanah di dasar danau dan meningkat menjadi 25 kPa pada kedalaman 15m. Tanahnya berupa tanah liat dengan plastistias sedang dan tinggi. Data shear vane menunjukkan bahwa tanah tidak begitu sensitive sehingga pengaruh gangguan tanah tidak akan menurunkan kuat geser tanah terlalu banyak.
Analisa stabilitas dilakukan dengan Slope/w dan FLAC. Slope/w menggunakan metoda keseimbangan batas untuk menghitung factor keamanan, sedangkan FLAC (Fast Lagrangian Analysis of Continua) menghitung factor keamanan dengan metoda pengurangan kuat geser tanah (strength reduction method). Selain factor keamanan, FLAC (spt PLAXIS,) juga memberikan perkiraan deformasi bendung/lereng untuk setiap kasus yang ditinjau.
Pertanyaannya adalah : seberapa jauh kita bisa mempercayai hasil analisa Slope/w dalam kasus seperti ini? Terus terang saya tidak bisa mepercayai hasil analisa keseimbangan batas dalam kasus yang melibatkan tanah sangat lunak ini. Mengapa? Karena tanahnya sangat lunak, masalah deformasi bisa jadi lebih penting dari factor keamanan. Faktor keamanan 1.3 belum tentu memberikan deformasi yang memenuhi syarat karena mungkin deformasi yang terjadi terlalu besar. Faktor keamanan 0.90 belum tentu menyatakan bahwa lereng/bendung akan runtuh. Bisa saja factor keamanan ini menunjukan bahwa lereng akan bergerak dan akhirnya akan berhenti pada saat driving forces = resisting forces. Driving forces akan berkurang dengan bertambahnya deformasi (atau berkurangnya tinggi lereng/bendung). Dalam hal ini FLAc akan menghasilkan factor keamanan=1.0 untuk kasus dimana FOS=0.9 dari Slope/w. Kenapa? Karena FLAC bisa mengupdate geometry setiap terjadi pertambahan deformasi (turunnya tinggi bendung) sehingga lama kelamaan driving forces-nya akan sama dengan resisting forces.
Selain itu, untuk tanah seperti ini dimana kuat gesernya bertambah dengan bertambahnya kedalaman, potensi bidang runtuhnya juga tidak lagi circular dan cenderung kombinasi planar dan circular.
Untuk kasus2 seperti ini saya lebih mempercayai factor kemananan yang diperoleh oleh finite element (PLAXIS) atau finite difference method (FLAC) selama yang melakukan analisanya mengerti apa yang sedang dia lakukan. Hasil analisa keseimbangan batas hanya dipakai sebagai analisa awal untuk memperoleh geometry bendung yang memenuhi syarat. Analisa lebih lanjut dilakukan dengan metoda continuum mechanics dengan menggunakan program seperti PLAXIS atau FLAC.
Kesimpulan? Untuk kasus2 stabilitas lereng yang melibatkan tanah lunak, metoda analisa kesimbangan batas sebaiknya selalu dicek dengan metoda continuum mechanics spt PLAXIS atau FLAC.
Mudah2an bermanfaat.
Salam dari Brisbane yg lagi hujan terus menerus, basah dan dingin lagi,
HaJe
==============================
Re: [forum-geoteknik-indonesia] Metoda Keseimbangan Batas versus FLAC atau PLAXIS
Kang,
Kirain sudah mo mencalonkan diri jadi salah satu pejabat di Jabar/Banten or DKI karena pake nama HaJe.
Hehe..soalnya akronim kaya gini lagi trend digunakan oleh pasangan kandidat dalam berkampanye pasca kemenangan pasangat Dede Yusuf kemaren.
BTW, keep update kita dengan info2 menarik seputaran pengalaman geotek nya ya...sangat bermanfaat sekali.
Nuhun,
Tata
===================================
Re: [forum-geoteknik-indonesia] Metoda Keseimbangan Batas versus FLAC atau PLAXIS
Tata,
Belum tertarik utk terjun ke politik..too many "smart" people down there..I just do whatever I like..Mending begini lah jadi insyinyur saja..Gak usah urusan sama KPK..:-)..niat bener juga bisa jadi salah nantinya kalau udah ada orang yg dengki mah..
Insyaallah, akan saya coba share pengalaman2 saya yg terbatas ini dengan teman2 di milis ini..Feel free to ask or to argue with me..I will be more than happy to answer any questions related to my postings.
Salam,
Haje
Blog ini memuat informasi mengenai rekayasa geoteknik mulai dari mekanika tanah, dinamika tanah, soft clay engineering, foundation, terowongan, rekayasa gempa, dll. Kalau ada pembaca yang ingin bertanya tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan topik2 tsb, dengan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang ada, saya akan mencoba menjawabnya. Mudah-mudah blog ini membawa manfaat bagi kita. InsyaAllah.. Salam hormat yang hangat, Hendra Jitno
Wednesday, February 25, 2009
Metoda Slope Stability - Yang mana yg harus dipakai?
Teman2 ysh,
Dengan banyaknya program analisa stabilitas lereng yg cukup canggih dan user friendly, masalah analisis stabilitas lereng tidaklah sesulit jaman saya masih kuliah, sekitar tahun akhir 70 dan awal 80-an. Saya masih ingat waktu saya diminta atasan saya waktu itu almarhum Dr Suhardjito Pradoto (semoga Allah memberikan ketenangan kepada beliau di alam sana) melakukan analisa stabilitas lereng utk salah satu proyeknya (hehe..yes..waktu itu dosen itb banyak proyeknya..mungkin spt sekarang juga..hehe), saya harus menunggu selama berjam-jam uk menyelesaikan satu kasus dengan hanya 200 potential failure surface. Saya lupa nama programnya tapi jelas masih pakai DOS dan printernya pakai dot matriks. Waktu itu boro2 mikir metoda apa yang paling tepat utk analisa (dan tentu saja waktu itu belum tahu bedanya metoda Bishop, Fellenius atau pun Spencer dll), utk melakukan analisa satu kasus pakai Bishop method saja sudah kesel nungguinnya.Lha sekarang, dengan berbagai macam software yg ada, kita bisa milih software mana yg paling kita suka dan metoda mana yg lebih akurat. Software favorit saya utk analisa stabilitas lereng adalah Slope/w karena program ini sangat user friendly, banyak pilihan model tanah, metoda analisis dan bisa digabung dengan seepage analysis dan deformasi kalau diperlukan. Metoda stabilitas yg sering saya pakai adalah Spencer atau Morgenstern and Price. Bishop cenderung lebih konservatif dan Fellenius cenderung salah utk kasus2 tertentu.
Problemnya sekarang adalah banyak yg tak mengerti metoda mana yg paling tepat dan berpikir bahwa apa yg diperoleh dari analisa adalah benar. Padahal hasil analisa tergantung dari input, termasuk :
- geometry
- soil parameters
- method of analysis : Spencer, Bishop etc
- pilihan potential failure surface- circular, block, atau composite,
- tipe tanah pondasinya : stiff, bedrock atau kah tanah lunak.
Minggu ini saya mereview salah satu laporan dari salah satu konsultan top di Australia ttg disain tailings dam. Tampaknya mereka termasuk dlm kategori pemakai (at least orang yg melakukan analisa stabilitas) yg menganggap bahwa apa yg diperoleh oleh program adalah benar tanpa memikirkan 'the real failure mechanism' yang mungkin terjadi di lapangan.
Type tanah dimana akan dibangun dam ini termasuk tanah liat lunak dengan undrained strength antara 25 – 50 kPa dan termasuk NC (Normally Consolidated). Ketebalan lapisan tanah lunak ini sekitar 5m. Di bawah lapisan ini adalah tanah asli dengan konsistensi keras (Stiff to very stiff) dengan undrained strength paling sedikit 100-150 kPa. Dalam salah satu kasus yg mereka laporkan, potential failure surface yg kritis menembus tanah yg stiff ini. Tentu saja factor keamanan yg didapat jadi cukup tinggi karena kontribusi kekuatan tanah pada lapisan keras ini. Kelihatannya mereka tidak memikirkan apakah mekanisma keruntuhan semacam ini bisa terjadi atau tidak di alam nyata. Dari kasus2 keruntuhan yg pernah saya lihat, keruntuhan sperti ini tidak pernah terjadi karena sebelum bidang runtuhnya menembus lapisan tanah keras, bidangnya akan membelok mengikuti lintasan yang paling lemah pada lapisan tanah lunak. Dengan demikian factor keamanan yg sebenarnya akan lebih rendah dari yang diperoleh oleh mereka.
Kesimpulan? Lihat baik2 hasil analisa stabilitas anda sebelum memutuskan bahwa bidang runtuh yg anda peroleh adalah yg paling kecil factor keamanannya.
Semoga bermanfaat dan have a nice week end.
Salam hangat dari Brisbane,
Haje
=====================================
Re: [forum-geoteknik-indonesia] Analisa Stabilitas Lereng
Terima kasih Kang Hendra atas pencerahannya,Paparan Kang Hendra membawa ingatan saya 9 tahun yang lalu. Saat itu saya baru mulai belajar slope/w dengan target menyelesaikan Tugas Akhir saya dalam 5 bulan ;). Selama itu, jam biologis saya geser 12 jam lebih cepat: siang hari tidur, malam hari kerja di kampus karena pake slope/w harus di ruang kerja dosen pembimbing. Sayangnya, sejak lulus tahun tersebut, saya tidak pernah lagi berhubungan dengan bidang ini ;(.Paparan ini juga mengingatkan rekan saya yg sedang menganalisa keruntuhan lereng akibat gempa baru-baru ini. Di mana, keruntuhan yg terjadi pada bidang interface antara 2 lapisan yg relatif berbeda ekstrim. Dalam hal ini, dia melihat faktor eksternal (hujan besar sebelumnya dan gempa) menjadi pemicu terjadinya keruntuhan tersebut.Seperti yg sering saya dengar, dalam penyelesaian kegeoteknikan memang bukan hanya mengandalkan perhitungan empirik dan penggunaan software yg canggih. Pengalaman engineer sangat menentukan dalam mengasimilasi berbagai informasi teknis termasuk karakteristik site untuk menjadikan solusi yang efektif dan efesien.Magang atau bekerja sama dengan engineer2 senior menjadi media yang tepat untuk transfer pengetahuan dan pengalaman di samping interaksi melalui forum milis ini. Semoga engineer2 kemaren sore seperti saya ini, punya kesempatan untuk selalu berinteraksi dengan engineer2 senior macam Kang Hendra.;)
Salam panas dari Tokyo,
Ruta
=====================
Ruta dan teman2 ysh,
Betul, pekerjaan geoteknik tidaklah semulus pekerjaan struktur, dimana material dan dimensi serta geometrynya bisa kita bikin spesifikasinya. Saya menemukan bhw dalam bidang geoteknik, selain dibutuhkan pengetahuan mengenai masalah yg kita hadapi, pengalaman dan judgment merupakan satu hal yg tidak boleh kita abaikan. Hehe..disitulah mengapa ilmu geoteknik ini menarik.
Apalagi kalau masalah yg kita hadapi sudah semakin tinggi kompleksitasnya seperti pengaruh hujan terhadap perlemahan tanah. Ditambah dengan beban gempa yg datang setelah hujan..wah semakin kompleks deh permasalahannya. Belum lagi kemungkinan adanya perlemahan lapisan tanah pada lereng alami yg ditinjau.
Kasus kelongsoran di cadas Pangeran dan di Gunung Salak beberapa tahun berselang adalah salah satu kasus klasik hilangnya sebagian kekuatan tanah akibat penjenuhan tanah (saturation) akibat hujan yg terus menerus. Banyak kasus2 lain yg ada di negeri kita tercinta tapi luput dari perhatian para praktisi geoteknik karena lokasinya jauh dan tidak ada dana utk memperlajari kelongsoran tsb.
Pemetaan tata-ruang utk menentukan daerah2 yg rawan longsor seharusnya melibatkan para praktisi geoteknik secara intensif, tidak hanya diserahkan para ahli geologi saja, yg kadang-kadang tidak mengerti mekanisma detail dari keruntuhan lereng yg terjadi karena seringkali para geolog melihat kasus2 kelongsoroan ini dari skala makro tipe tanah/batuan saja. Mudah2an pengamatan saya tidak benar.
Salam dari Brisbane yg lagi hujan dan dingin ..
HJ
Dengan banyaknya program analisa stabilitas lereng yg cukup canggih dan user friendly, masalah analisis stabilitas lereng tidaklah sesulit jaman saya masih kuliah, sekitar tahun akhir 70 dan awal 80-an. Saya masih ingat waktu saya diminta atasan saya waktu itu almarhum Dr Suhardjito Pradoto (semoga Allah memberikan ketenangan kepada beliau di alam sana) melakukan analisa stabilitas lereng utk salah satu proyeknya (hehe..yes..waktu itu dosen itb banyak proyeknya..mungkin spt sekarang juga..hehe), saya harus menunggu selama berjam-jam uk menyelesaikan satu kasus dengan hanya 200 potential failure surface. Saya lupa nama programnya tapi jelas masih pakai DOS dan printernya pakai dot matriks. Waktu itu boro2 mikir metoda apa yang paling tepat utk analisa (dan tentu saja waktu itu belum tahu bedanya metoda Bishop, Fellenius atau pun Spencer dll), utk melakukan analisa satu kasus pakai Bishop method saja sudah kesel nungguinnya.Lha sekarang, dengan berbagai macam software yg ada, kita bisa milih software mana yg paling kita suka dan metoda mana yg lebih akurat. Software favorit saya utk analisa stabilitas lereng adalah Slope/w karena program ini sangat user friendly, banyak pilihan model tanah, metoda analisis dan bisa digabung dengan seepage analysis dan deformasi kalau diperlukan. Metoda stabilitas yg sering saya pakai adalah Spencer atau Morgenstern and Price. Bishop cenderung lebih konservatif dan Fellenius cenderung salah utk kasus2 tertentu.
Problemnya sekarang adalah banyak yg tak mengerti metoda mana yg paling tepat dan berpikir bahwa apa yg diperoleh dari analisa adalah benar. Padahal hasil analisa tergantung dari input, termasuk :
- geometry
- soil parameters
- method of analysis : Spencer, Bishop etc
- pilihan potential failure surface- circular, block, atau composite,
- tipe tanah pondasinya : stiff, bedrock atau kah tanah lunak.
Minggu ini saya mereview salah satu laporan dari salah satu konsultan top di Australia ttg disain tailings dam. Tampaknya mereka termasuk dlm kategori pemakai (at least orang yg melakukan analisa stabilitas) yg menganggap bahwa apa yg diperoleh oleh program adalah benar tanpa memikirkan 'the real failure mechanism' yang mungkin terjadi di lapangan.
Type tanah dimana akan dibangun dam ini termasuk tanah liat lunak dengan undrained strength antara 25 – 50 kPa dan termasuk NC (Normally Consolidated). Ketebalan lapisan tanah lunak ini sekitar 5m. Di bawah lapisan ini adalah tanah asli dengan konsistensi keras (Stiff to very stiff) dengan undrained strength paling sedikit 100-150 kPa. Dalam salah satu kasus yg mereka laporkan, potential failure surface yg kritis menembus tanah yg stiff ini. Tentu saja factor keamanan yg didapat jadi cukup tinggi karena kontribusi kekuatan tanah pada lapisan keras ini. Kelihatannya mereka tidak memikirkan apakah mekanisma keruntuhan semacam ini bisa terjadi atau tidak di alam nyata. Dari kasus2 keruntuhan yg pernah saya lihat, keruntuhan sperti ini tidak pernah terjadi karena sebelum bidang runtuhnya menembus lapisan tanah keras, bidangnya akan membelok mengikuti lintasan yang paling lemah pada lapisan tanah lunak. Dengan demikian factor keamanan yg sebenarnya akan lebih rendah dari yang diperoleh oleh mereka.
Kesimpulan? Lihat baik2 hasil analisa stabilitas anda sebelum memutuskan bahwa bidang runtuh yg anda peroleh adalah yg paling kecil factor keamanannya.
Semoga bermanfaat dan have a nice week end.
Salam hangat dari Brisbane,
Haje
=====================================
Re: [forum-geoteknik-indonesia] Analisa Stabilitas Lereng
Terima kasih Kang Hendra atas pencerahannya,Paparan Kang Hendra membawa ingatan saya 9 tahun yang lalu. Saat itu saya baru mulai belajar slope/w dengan target menyelesaikan Tugas Akhir saya dalam 5 bulan ;). Selama itu, jam biologis saya geser 12 jam lebih cepat: siang hari tidur, malam hari kerja di kampus karena pake slope/w harus di ruang kerja dosen pembimbing. Sayangnya, sejak lulus tahun tersebut, saya tidak pernah lagi berhubungan dengan bidang ini ;(.Paparan ini juga mengingatkan rekan saya yg sedang menganalisa keruntuhan lereng akibat gempa baru-baru ini. Di mana, keruntuhan yg terjadi pada bidang interface antara 2 lapisan yg relatif berbeda ekstrim. Dalam hal ini, dia melihat faktor eksternal (hujan besar sebelumnya dan gempa) menjadi pemicu terjadinya keruntuhan tersebut.Seperti yg sering saya dengar, dalam penyelesaian kegeoteknikan memang bukan hanya mengandalkan perhitungan empirik dan penggunaan software yg canggih. Pengalaman engineer sangat menentukan dalam mengasimilasi berbagai informasi teknis termasuk karakteristik site untuk menjadikan solusi yang efektif dan efesien.Magang atau bekerja sama dengan engineer2 senior menjadi media yang tepat untuk transfer pengetahuan dan pengalaman di samping interaksi melalui forum milis ini. Semoga engineer2 kemaren sore seperti saya ini, punya kesempatan untuk selalu berinteraksi dengan engineer2 senior macam Kang Hendra.;)
Salam panas dari Tokyo,
Ruta
=====================
Ruta dan teman2 ysh,
Betul, pekerjaan geoteknik tidaklah semulus pekerjaan struktur, dimana material dan dimensi serta geometrynya bisa kita bikin spesifikasinya. Saya menemukan bhw dalam bidang geoteknik, selain dibutuhkan pengetahuan mengenai masalah yg kita hadapi, pengalaman dan judgment merupakan satu hal yg tidak boleh kita abaikan. Hehe..disitulah mengapa ilmu geoteknik ini menarik.
Apalagi kalau masalah yg kita hadapi sudah semakin tinggi kompleksitasnya seperti pengaruh hujan terhadap perlemahan tanah. Ditambah dengan beban gempa yg datang setelah hujan..wah semakin kompleks deh permasalahannya. Belum lagi kemungkinan adanya perlemahan lapisan tanah pada lereng alami yg ditinjau.
Kasus kelongsoran di cadas Pangeran dan di Gunung Salak beberapa tahun berselang adalah salah satu kasus klasik hilangnya sebagian kekuatan tanah akibat penjenuhan tanah (saturation) akibat hujan yg terus menerus. Banyak kasus2 lain yg ada di negeri kita tercinta tapi luput dari perhatian para praktisi geoteknik karena lokasinya jauh dan tidak ada dana utk memperlajari kelongsoran tsb.
Pemetaan tata-ruang utk menentukan daerah2 yg rawan longsor seharusnya melibatkan para praktisi geoteknik secara intensif, tidak hanya diserahkan para ahli geologi saja, yg kadang-kadang tidak mengerti mekanisma detail dari keruntuhan lereng yg terjadi karena seringkali para geolog melihat kasus2 kelongsoroan ini dari skala makro tipe tanah/batuan saja. Mudah2an pengamatan saya tidak benar.
Salam dari Brisbane yg lagi hujan dan dingin ..
HJ
Pseudostatic slope stability analysis (3). Do not rely on it. Why?
Teman2 ysh,
Sebagai kelanjutan dari tulisan saya terdahulu, dibawah ini proseduryg disarankan dalam analisa stabilitas dam/bendung yng dibangun diatastanah pondasi yg bisa terlikuifaksi:
1. Dapatkan data SPT, tipe tanah, atterberg limits (kalau ada, untukmengecek plastistias tanah lanau) serta gradasi tanah pasir yangbersangkutan sehigga kita bisa tahu berapa kadar lempung dan kadarlanaunya (fines content). Informasi ini dibutuhkan utk analisalikuifaksi cara Seed and Idriss.2. Dapatkan data ground water table atau phreatic surface.3. Cari informasi tentang design earthquake parameters, berupamagnitude gempa, peak ground acceleration (PGA). Sekalian juga kalauada time histories yg cocok utk daerah yang sedang kita tinjau.4. Dengan menggunakan geometry dam yang ada, lakukan analisalikuifaksi `simplified' cara Seed-Idriss, dengan menggunakan datatersebut di atas. Cara analisa ini dibahas dalam buku Kramer dammetoda yang paling up-to-date dibahas dalam artikel Youd et al. 2001(kalau enggak salah). Bagi yg tertarik dengan papernya silakan hubungisaya.5. Untuk proyek2 yang kritis, disarankan melakukan analisa propagasigelombang gempa dengan menggunakan program SHAKE untuk menghitungpengaruh stratifikasi tanah terhadap amplifikasi percepatan gempa.Biasanya analisa ini dilakukan dengan menggunakan tiga atau lebih timehistories of acceleration. Input gempa dan stratifikasi tanahberpengaruh kuat terhadap amplifikasi atau attenuasi percepatan gempadi permukaan. Harap dicatat, tanah lunak tidak selalu mengakibatkanamplifikasi percepatan gempa di permukaan. Utk gempa dengan frekwensitinggi dan amplitude yang kuat (gempa dengan sumber yang dekat), tanahlunak malah cenderung meredam percepatan gempa di permukaan. Sedangkanuntuk gempa dengan frekwensi gelombang yang rendah, tanah lunak bisamemperkuat gelombang gempa di permukaan karena efek resonansi.6. Kalau ternyata pondasi dam akan terlikuifaksi jika terkena bebangempa design, maka lakukan analisa stabilitas lereng denganmenggunakan residual strength pada tanah terlikuifaksi. Besar residualstrength bisa dihitung dengan metoda Stark-Mesri (konservatif) ataudengan cara yg terbaru dari Idriss-Boulanger.Faktor keamanan minimum untuk memenuhi syarat stabilitas adalah 1.1untuk beban gempa OBE (Operating Basis earthquake) dan 1.0 untuk MDE(Maximum Design Earthquake). Tergantung dari Hazard rating (tingkatbahaya) dari dam yang ditinjau, perioda ulang dari gempa MDE bisa 1000tahun atau bisa 10.000 tahun jika hazard ratingnya tinggi. Periodaulang dari gempa OBE utk dam biasanya diambil 500 tahun. Harapdicatat, percepatan gempa pada peta zonasi gempa di Indonesia biasanyadisiapkan untuk analisa beban gempa struktur bangunan, yang mempunyaiperioda ulang gempa disain yang tidak sama dengan OBE dan MDE utk dam.Utk struktur, perioda ulang yang dipakai biasanya hanya 100 atau 200tahun. Kalau enggak salah percepatan gempa yang ada di Peta ZonasiGempa adalah utk perioda ulang 100 th dengan faktor daktilitas 4(tolong koreksi jika saya salah). Teman2, ada yang bisa menambahkan dalam hal ini? Tx.
7. Kalau factor keamanan yang diperoleh ternyata lebih kecil dari yangdisyaratkan, hitung berapa deformasi dam akibat gempa. Perhitungandua-dimensi dapat dilakukan dengan menggunakan metoda total stressapproach atau effective stress approach. Kedua metoda in bisadilakukan dengan program FLAC dengan memasukan time history ofacceleration gempa untuk menghitung deformasi dam. Dengan cara totalstress, yang diperoleh hanya besaran deformasi saja. Sedangkan dengananalisa effective stress, selain menghasilkan besaran deformasi,perkembangan kenaikan tegangan air pori tanah juga dihitung. Jadidengan menggunakan metoda efektif stress, kita bisa juga tahu daerahmana saja yang akan terlikuifaksi (100% pore pressure increase) danmana yang tidak. Salah satu model effective stress ini adalah UBCSANDmodel, yang dikembangkan oleh Professor Byrne di University of BritishColumbia. Metoda ini telah kami coba untuk memprediksi deformasiakibat gempa di salah satu dam di Australia Selatan. Dari hasilanalisa tersebut, dapat diperlihatkan bahwa stone-column bisamemberikan efek perkuatan dan juga membantu mereduksi kenaikantegangan air pori akibat gempa, tergantung dari ukuran dan jarak stonecolumnnya.
Utk bendung2, tailings dams, atau bangunan tanah lain yang kritis,terutama yng punya konsekwensi tinggi (di bawahnya terletak pemukimanpenduduk) dan terletak di daerah dengan aktifitas gempa yang sangattinggi seperti Irian Jaya, Maluku, Aceh dan pesisir Barat Sumatra,sebaiknya dilakukan analisa dengan prosedur di atas.
Mudah2an bermanfaat.
Salam,
Haje
Sebagai kelanjutan dari tulisan saya terdahulu, dibawah ini proseduryg disarankan dalam analisa stabilitas dam/bendung yng dibangun diatastanah pondasi yg bisa terlikuifaksi:
1. Dapatkan data SPT, tipe tanah, atterberg limits (kalau ada, untukmengecek plastistias tanah lanau) serta gradasi tanah pasir yangbersangkutan sehigga kita bisa tahu berapa kadar lempung dan kadarlanaunya (fines content). Informasi ini dibutuhkan utk analisalikuifaksi cara Seed and Idriss.2. Dapatkan data ground water table atau phreatic surface.3. Cari informasi tentang design earthquake parameters, berupamagnitude gempa, peak ground acceleration (PGA). Sekalian juga kalauada time histories yg cocok utk daerah yang sedang kita tinjau.4. Dengan menggunakan geometry dam yang ada, lakukan analisalikuifaksi `simplified' cara Seed-Idriss, dengan menggunakan datatersebut di atas. Cara analisa ini dibahas dalam buku Kramer dammetoda yang paling up-to-date dibahas dalam artikel Youd et al. 2001(kalau enggak salah). Bagi yg tertarik dengan papernya silakan hubungisaya.5. Untuk proyek2 yang kritis, disarankan melakukan analisa propagasigelombang gempa dengan menggunakan program SHAKE untuk menghitungpengaruh stratifikasi tanah terhadap amplifikasi percepatan gempa.Biasanya analisa ini dilakukan dengan menggunakan tiga atau lebih timehistories of acceleration. Input gempa dan stratifikasi tanahberpengaruh kuat terhadap amplifikasi atau attenuasi percepatan gempadi permukaan. Harap dicatat, tanah lunak tidak selalu mengakibatkanamplifikasi percepatan gempa di permukaan. Utk gempa dengan frekwensitinggi dan amplitude yang kuat (gempa dengan sumber yang dekat), tanahlunak malah cenderung meredam percepatan gempa di permukaan. Sedangkanuntuk gempa dengan frekwensi gelombang yang rendah, tanah lunak bisamemperkuat gelombang gempa di permukaan karena efek resonansi.6. Kalau ternyata pondasi dam akan terlikuifaksi jika terkena bebangempa design, maka lakukan analisa stabilitas lereng denganmenggunakan residual strength pada tanah terlikuifaksi. Besar residualstrength bisa dihitung dengan metoda Stark-Mesri (konservatif) ataudengan cara yg terbaru dari Idriss-Boulanger.Faktor keamanan minimum untuk memenuhi syarat stabilitas adalah 1.1untuk beban gempa OBE (Operating Basis earthquake) dan 1.0 untuk MDE(Maximum Design Earthquake). Tergantung dari Hazard rating (tingkatbahaya) dari dam yang ditinjau, perioda ulang dari gempa MDE bisa 1000tahun atau bisa 10.000 tahun jika hazard ratingnya tinggi. Periodaulang dari gempa OBE utk dam biasanya diambil 500 tahun. Harapdicatat, percepatan gempa pada peta zonasi gempa di Indonesia biasanyadisiapkan untuk analisa beban gempa struktur bangunan, yang mempunyaiperioda ulang gempa disain yang tidak sama dengan OBE dan MDE utk dam.Utk struktur, perioda ulang yang dipakai biasanya hanya 100 atau 200tahun. Kalau enggak salah percepatan gempa yang ada di Peta ZonasiGempa adalah utk perioda ulang 100 th dengan faktor daktilitas 4(tolong koreksi jika saya salah). Teman2, ada yang bisa menambahkan dalam hal ini? Tx.
7. Kalau factor keamanan yang diperoleh ternyata lebih kecil dari yangdisyaratkan, hitung berapa deformasi dam akibat gempa. Perhitungandua-dimensi dapat dilakukan dengan menggunakan metoda total stressapproach atau effective stress approach. Kedua metoda in bisadilakukan dengan program FLAC dengan memasukan time history ofacceleration gempa untuk menghitung deformasi dam. Dengan cara totalstress, yang diperoleh hanya besaran deformasi saja. Sedangkan dengananalisa effective stress, selain menghasilkan besaran deformasi,perkembangan kenaikan tegangan air pori tanah juga dihitung. Jadidengan menggunakan metoda efektif stress, kita bisa juga tahu daerahmana saja yang akan terlikuifaksi (100% pore pressure increase) danmana yang tidak. Salah satu model effective stress ini adalah UBCSANDmodel, yang dikembangkan oleh Professor Byrne di University of BritishColumbia. Metoda ini telah kami coba untuk memprediksi deformasiakibat gempa di salah satu dam di Australia Selatan. Dari hasilanalisa tersebut, dapat diperlihatkan bahwa stone-column bisamemberikan efek perkuatan dan juga membantu mereduksi kenaikantegangan air pori akibat gempa, tergantung dari ukuran dan jarak stonecolumnnya.
Utk bendung2, tailings dams, atau bangunan tanah lain yang kritis,terutama yng punya konsekwensi tinggi (di bawahnya terletak pemukimanpenduduk) dan terletak di daerah dengan aktifitas gempa yang sangattinggi seperti Irian Jaya, Maluku, Aceh dan pesisir Barat Sumatra,sebaiknya dilakukan analisa dengan prosedur di atas.
Mudah2an bermanfaat.
Salam,
Haje
Pseudostatic slope stability analysis (2). Do not rely on it. Why?
Teman2 yang saya hormati,
Beberapa hari yang lalu saya menulis alasan mengapa pseudo-staticanalysis tidak tepat karena dua hal:
1. Kurang realistis dalam memodelkan beban gempa yg sifatnya
sementara (transient). Dengan mengaplikasikan beban gempa horizontal padaanalisa stabilitas, secara tidak langsung kita menganggap bahwabeban gempa bekerja> secara tetap pada slopes atau dam, padahal kenyataannya tidak.Beban gempa> juga bersifat bolak-balik dan bekerja tidak hanya satu arah saja. Banyak contoh dam yg dianalisa dengan metoda ini (terutama dam yg terbuat dari earth and rockfill) dan menghasilkan Faktor Keamanan < 1.0 ternyata tidak apa2, hanya menderita sedikit retak2 saja.
2. Tidak memasukkan pengaruh perilaku tanah, terutama jika melibatkan
tanah kepasiran yang jenuh, yang bisa kehilangan daya dukung dankekakuannya jika menerima beban gempa dengan intensitas tertentu, ataudisebut juga likuifaksi. Semakin lepas konsistensi tanahnya, semakin mudahtanah pasir itu kehilangan kekuatannya saat menderita beban gempa. Utk kasus2yang melibatkan tanah kepasiran jenuh, baik yg berada di badan bendung ataupun pada pondasi bendung, analisa pseudo-statik akan menghasilkanhasil yang tidak konservatif. Mengapa? Karena analisa pseudo-static akanmenghasilkan Faktor Kemananan yg lebih tinggi dari FK sebenarnya jika terjadilikuifaksi.
Salah satu contoh klasik kasus ini adalah Lower Fernando Dam yangmenderita kelongsoran hebat saat terkena gempa San Fernando 1971. Bagian upstream dam melorot sehingga hanya meninggalkan free-board setinggi sekitar1m. (Wuih.. untung enggak jebol juga..dibawahnya terletak pemukiman pendudukpadat yang saat itu masih terlelap tidur, jam 6 pagi bulan February, musim dingin lagi). Analisa pseudo-static memberikan FK lebih dari satu, yang mengindikasikan bahwa dam harusnya aman dan mampu menahan bebangempa. Kenyataannya? Longsor..
Prosedur yang lebih realistic adalah:
1. Lakukan identifikasi jika dam terbuat dari tanah atau berdiri
di atas pondasi tanah yang bisa terlikuifaksi (liquefiable) (terdiri dari tanah kepasiran-jenuh) jika diberi beban gempa rencana (dalam bentukPeak Ground Acceleration –PGA dan magnitude gempa, Mw). Kalau dam terbuat dari earth dan rockfill dams dan tidak terletak di atas pondasi yang liquefiable, maka lakukan analisa pseudo-statik analisis sebagai alat screening utk analisa berikutnya. Salah satu metoda pseudo-static yang biasa dipakai diUS dan Canada dan sekarang dipakai di Australia adalah metoda USACE,dimana seismic coefficient diambil sama dengan 50% dari PGA rencana, dan kekuatan tanah direduksi sebanyak 20% untuk memperhitungkan kehilangan sebgian kekuatan tanah akibat adanya goncangan tanah.
Sekali lagi saya katakanbahwa metoda ini HANYA merupakan screening method sebelum kita melakukananalisa lebih lanjut jika diperlukan. Syarat FK minimum dengan metoda iniadalah 1.0. Jika FK hasil analisa awal ini ternyata lebih besar dari satu, maka that's it. No more analysis required. Jika FK ternyata less than 1.0, maka hitung deformasi dam akibatgempa. Metoda yang biasa dipakai adalah metoda Makdisi-Seed (1978). Input yg dibutuhkan adalah hasil analisa stabilitas yang memperlihatkanpotensi bidang runtuh, PGA dan Gmax (dynamic stiffness atau sehar wavevelocity, utk menghitung perioda alami dam). Metoda ini dibahas dengan cukup detil dalam buku Slope Stability and Stabilization Methods – Abramson et al,1996.
Bagi yg berminat, silakan lihat bukunya di perpustakaan atau kirimemail ke saya. Selama deformasi akibat gempa ini kurang dari 0.5m, dam bisa dianggap aman. Kalau lebih? Maka dibutuhkan analisa dynamic analysis yglebih canggih dengan menggunakan FLAC atau program lain. Cek jika ada potensiretak2 yang bisa mengarah ke piping.
2. Kalau ternyata material dam terdiri dari tanah yang bisa terlikuifaksi, maka hal ini akan dibahas pada email berikutnya..:-)..Insyaallah..
Semoga bermanfaat dan feel free if anyone wants to add ..:-)..
Salam dari Brisbane yang mulai hangat.
HaJe
Beberapa hari yang lalu saya menulis alasan mengapa pseudo-staticanalysis tidak tepat karena dua hal:
1. Kurang realistis dalam memodelkan beban gempa yg sifatnya
sementara (transient). Dengan mengaplikasikan beban gempa horizontal padaanalisa stabilitas, secara tidak langsung kita menganggap bahwabeban gempa bekerja> secara tetap pada slopes atau dam, padahal kenyataannya tidak.Beban gempa> juga bersifat bolak-balik dan bekerja tidak hanya satu arah saja. Banyak contoh dam yg dianalisa dengan metoda ini (terutama dam yg terbuat dari earth and rockfill) dan menghasilkan Faktor Keamanan < 1.0 ternyata tidak apa2, hanya menderita sedikit retak2 saja.
2. Tidak memasukkan pengaruh perilaku tanah, terutama jika melibatkan
tanah kepasiran yang jenuh, yang bisa kehilangan daya dukung dankekakuannya jika menerima beban gempa dengan intensitas tertentu, ataudisebut juga likuifaksi. Semakin lepas konsistensi tanahnya, semakin mudahtanah pasir itu kehilangan kekuatannya saat menderita beban gempa. Utk kasus2yang melibatkan tanah kepasiran jenuh, baik yg berada di badan bendung ataupun pada pondasi bendung, analisa pseudo-statik akan menghasilkanhasil yang tidak konservatif. Mengapa? Karena analisa pseudo-static akanmenghasilkan Faktor Kemananan yg lebih tinggi dari FK sebenarnya jika terjadilikuifaksi.
Salah satu contoh klasik kasus ini adalah Lower Fernando Dam yangmenderita kelongsoran hebat saat terkena gempa San Fernando 1971. Bagian upstream dam melorot sehingga hanya meninggalkan free-board setinggi sekitar1m. (Wuih.. untung enggak jebol juga..dibawahnya terletak pemukiman pendudukpadat yang saat itu masih terlelap tidur, jam 6 pagi bulan February, musim dingin lagi). Analisa pseudo-static memberikan FK lebih dari satu, yang mengindikasikan bahwa dam harusnya aman dan mampu menahan bebangempa. Kenyataannya? Longsor..
Prosedur yang lebih realistic adalah:
1. Lakukan identifikasi jika dam terbuat dari tanah atau berdiri
di atas pondasi tanah yang bisa terlikuifaksi (liquefiable) (terdiri dari tanah kepasiran-jenuh) jika diberi beban gempa rencana (dalam bentukPeak Ground Acceleration –PGA dan magnitude gempa, Mw). Kalau dam terbuat dari earth dan rockfill dams dan tidak terletak di atas pondasi yang liquefiable, maka lakukan analisa pseudo-statik analisis sebagai alat screening utk analisa berikutnya. Salah satu metoda pseudo-static yang biasa dipakai diUS dan Canada dan sekarang dipakai di Australia adalah metoda USACE,dimana seismic coefficient diambil sama dengan 50% dari PGA rencana, dan kekuatan tanah direduksi sebanyak 20% untuk memperhitungkan kehilangan sebgian kekuatan tanah akibat adanya goncangan tanah.
Sekali lagi saya katakanbahwa metoda ini HANYA merupakan screening method sebelum kita melakukananalisa lebih lanjut jika diperlukan. Syarat FK minimum dengan metoda iniadalah 1.0. Jika FK hasil analisa awal ini ternyata lebih besar dari satu, maka that's it. No more analysis required. Jika FK ternyata less than 1.0, maka hitung deformasi dam akibatgempa. Metoda yang biasa dipakai adalah metoda Makdisi-Seed (1978). Input yg dibutuhkan adalah hasil analisa stabilitas yang memperlihatkanpotensi bidang runtuh, PGA dan Gmax (dynamic stiffness atau sehar wavevelocity, utk menghitung perioda alami dam). Metoda ini dibahas dengan cukup detil dalam buku Slope Stability and Stabilization Methods – Abramson et al,1996.
Bagi yg berminat, silakan lihat bukunya di perpustakaan atau kirimemail ke saya. Selama deformasi akibat gempa ini kurang dari 0.5m, dam bisa dianggap aman. Kalau lebih? Maka dibutuhkan analisa dynamic analysis yglebih canggih dengan menggunakan FLAC atau program lain. Cek jika ada potensiretak2 yang bisa mengarah ke piping.
2. Kalau ternyata material dam terdiri dari tanah yang bisa terlikuifaksi, maka hal ini akan dibahas pada email berikutnya..:-)..Insyaallah..
Semoga bermanfaat dan feel free if anyone wants to add ..:-)..
Salam dari Brisbane yang mulai hangat.
HaJe
Pseudostatic slope stability analysis (1). Do not rely on it. Why?
Jaman baheula (pre-1980-an), sewaktu pengetahuan tentang perilaku tanah pada saat mengalami beban dinamik belum banyak dimengerti, para praktisi geoteknik biasanya melkukan analisa psedu-statik utk mengakses stabilitas suatu dam atau slopes dalam kondisi beban gempa. Yang diperlukan adalah seismic coefficient (kh), yang kadang2 diambil sesuai dengan Peak ground Acceleration (PGA) yang berlaku di site tersebut atau menggunakan kh dengan besaran tertentu sesuai peraturan yg ada di masing2 negara. Misalnya di Kanada (Bersemisnoi Dam), mereka memakai kh=0.1 dengan target factor keamanan (FK)1.25. Di Chile (Paloma dam), kh=0.12 to 0.2 dengan target FK=1.1 1.25.
Dalam salah satu papernya yg klasik, Seed (1979) menyarankan utk menggunakan kh=0.1 utk gempa dengan magnitude Mw=6.5 dan 0.15 utk gempa dengan Mw=8.25, dengan target FK=1.15. Tapi beliau menambahkan bahwa rekomendasi tsb biasanya "cukup". Beliau menyadari bahwa secara prinsip, menggunakan metoda pseudo-static untuk mengakses stabilitas suatu bendung pada saat menerima beban gempa, tidaklah realtistis. Karena beban gempa sifatnya transient atau sementara dan juga bolak-balik. Sifat2 tanah pada saat menerima beban gempa juga macam2, tergantung dari tipenya. Ada yang tahan goyangan (gak tahu bias tahan goyang Inul atau tidak..:-)..), ada yg digoyang sedikit saja langsung luluh lantak, kehilangan kekuatan ataupun kekakuannya.
Jadi gimana neh? Do not rely on pseudo-static analysis on assessing seismic stability of your dams or slopes or any geotechnical structures.
Cara yang benar bagaimana? Tunggu email berikutnya…hehe..:-)..
Salam sejahtera,
Haje.
Ref:
Seed, H.B. (1979)"Consideration in he earthquake resistant design of earth and rockfill dams," Geotechnique, 29, 215-263.
Dalam salah satu papernya yg klasik, Seed (1979) menyarankan utk menggunakan kh=0.1 utk gempa dengan magnitude Mw=6.5 dan 0.15 utk gempa dengan Mw=8.25, dengan target FK=1.15. Tapi beliau menambahkan bahwa rekomendasi tsb biasanya "cukup". Beliau menyadari bahwa secara prinsip, menggunakan metoda pseudo-static untuk mengakses stabilitas suatu bendung pada saat menerima beban gempa, tidaklah realtistis. Karena beban gempa sifatnya transient atau sementara dan juga bolak-balik. Sifat2 tanah pada saat menerima beban gempa juga macam2, tergantung dari tipenya. Ada yang tahan goyangan (gak tahu bias tahan goyang Inul atau tidak..:-)..), ada yg digoyang sedikit saja langsung luluh lantak, kehilangan kekuatan ataupun kekakuannya.
Jadi gimana neh? Do not rely on pseudo-static analysis on assessing seismic stability of your dams or slopes or any geotechnical structures.
Cara yang benar bagaimana? Tunggu email berikutnya…hehe..:-)..
Salam sejahtera,
Haje.
Ref:
Seed, H.B. (1979)"Consideration in he earthquake resistant design of earth and rockfill dams," Geotechnique, 29, 215-263.
Subscribe to:
Posts (Atom)